Jangan hanya 'pre-wedding' saja yang dipentingkan sebelum nikah, prakonsepsi jauh lebih penting
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meminta masyarakat lebih mementingkan adanya prakonsepsi dibandingkan menggelar acara "pre-wedding" guna meningkatkan kesehatan keluarga khususnya para ibu.
“Jangan hanya 'pre-wedding' saja yang dipentingkan sebelum nikah, prakonsepsi jauh lebih penting dan harganya jauh lebih murah dari 'pre-wedding'”, kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Prakonsepsi merupakan langkah perawatan sebelum terjadi kehamilan dengan rentang waktu tiga bulan hingga satu tahun.
Baca juga: BKKBN sebut tim pendamping keluarga bantu cegah stunting
Hasto menuturkan prakonsepsi dan pemeriksaan kesehatan yang perlu dilakukan sejak tiga bulan sebelum menikah harus dilakukan sebagai bentuk upaya mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan pada saat kehamilan, seperti janin tumbuh dalam kondisi yang lambat.
Pemeriksaan kesehatan tersebut juga membantu ibu untuk mencegah anak lahir dalam keadaan stunting (lahir dalam kondisi kerdil) yang dapat menyebabkan tumbuh kembang anak menjadi tidak maksimal, terganggunya intelektual anak serta rentan terkena penyakit saat menginjak usia dewasa.
“Ditambah lagi, di umur 45 biasanya sakit kardiovaskuler seperti serangan jantung dan stroke. Jika dilihat sebabnya, stunting disebabkan oleh kurang sub optimal health atau sub optimal nutrition atau asuhannya kurang baik,” ujar dia.
Baca juga: BKKBN fokus pada upaya pencegahan tengkes sejak dini
Untuk membantu keluarga dalam menjaga kesehatan ibu dan bayi, pihaknya terus melakukan memperkuat kerja sama dengan kementerian dan lembaga dari tingkat pusat hingga daerah guna mempercepat penurunan angka stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Pihaknya juga turut mengerahkan tim pendamping keluarga sebanyak 600 ribu personel yang tersebar di seluruh Indonesia untuk memberikan edukasi serta pendampingan pada ibu hamil.
Ia berharap setiap keluarga rajin untuk memeriksakan kesehatannya baik di fasilitas kesehatan maupun melalui aplikasi yang dikembangkan oleh BKKBN untuk mencegah kelahiran anak dalam keadaan stunting.
“Jika memang terindikasi satu penyakit akan dikirimkan modul sesuai alamat keluarga tersebut,” kata dia.
Baca juga: BKKBN sebut potensi stunting sudah bisa dideteksi lewat USG
Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus Rayanto mengatakan hingga saat ini angka prevalensi stunting masih mencapai 27,67 persen. Jauh dari standart yang telah direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
“Soal stunting ini bukan masalah sepele. Jumlah tersebut masih di atas standar rekomendasi WHO yakni di bawah 20 persen”, kata Tavip.
Tavip menegaskan bahwa stunting dapat berpengaruh pada rendahnya kualitas sumber daya manusia karena rendahnya kecerdasan, kemampuan anak berpolitik serta meningkatnya risiko penyakit tidak menular.
Oleh sebab itu, penting bagi Indonesia untuk dapat bersama-sama mengatasi stunting, sehingga generasi bangsa bebas dari berbagai macam penyakit, sehat dan menjadi anak-anak cerdas yang unggul berkualitas.
"Stunting adalah sebuah ancaman pembangunan di masa mendatang karena rendahnya kualitas sumber daya manusia," tegas dia.Baca juga: BKKBN perkuat kerja sama dengan Kemenag dan BRIN tuntaskan stunting
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021