Pekan mode edisi ke-19 itu diadakan secara langsung di ibukota Senegal, Afrika Barat, menampilkan karya-karya dari 18 perancang busana dari benua Afrika, termasuk dari Pantai Gading, Mozambik, dan Ethiopia. Dakar Fashion Week merupakan salah satu pameran mode terlama di benua itu.
Baca juga: Global Modest Fashion Week fokus jalankan tiga isu utama pada 2022
Penyelenggara acara sekaligus desainer sekaligus Adama Ndiaye atau lebih dikenal dengan nama Adama Paris secara rutin menyelipkan tema progresif pada acara mode terbesar di Senegal itu.
Bahkan, Ndiaye menetapkan kuota yang besar untuk desainer perempuan dan pernah melarang model menggunakan krim depigmentasi kulit untuk mempromosikan penerimaan diri.
Pada tahun ini, ia memilih inklusivitas sebagai salah satu tema untuk mengontraskan standar kecantikan fesyen Barat yang seringkali kaku.
“Saya tidak ingin hidup dengan mode seperti standar Eropa. Saya ingin perempuan mewakili keberagaman, lebih dari sekadar tubuh,” kata Ndiaye dikutip dari Reuters, Senin.
Sebagai perwujudan tema tersebut, Dakar Fashion Week menampilkan model berkebutuhan khusus, salah satunya bernama Najeebah Samuel yang menderita cerebral palsy sejak lahir.
Baca juga: Adaptasi digital tantangan industri kreatif termasuk fesyen muslim
“Saya ingin membuktikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus lainnya bahwa Anda bukanlah cacat, Anda adalah Anda. Anda harus keluar dan menunjukkan kepada orang-orang siapa Anda,” ujar Samuel yang mengenakan gaun rancangan Ndiaye.
Selain tema inklusivitas, Dakar Fashion Week juga menekankan isu lingkungan sebagai pengingat terhadap tanggung jawab dunia mode untuk beroperasi secara berkelanjutan.
Menurut studi tahun 2015 dari Ellen MacArthur Foundation, produksi tekstil menghasilkan 1,2 miliar ton emisi karbon setiap tahun. Jika tingkat emisi karbon terus berlanjut, industri ini dapat menyumbang lebih dari seperempat emisi global pada tahun 2050.
Salah satu desainer yang tampil dalam Dakar Fashion Week, Moussa Versailles, menampilkan koleksi yang menggunakan bahan daur ulang seperti plastik. Ia mengeaskan bahwa bahan daur ulang juga bisa digunakan untuk produk mode yang bagus.
“Koleksi saya bertajuk ‘Hope’. Kami mencoba menggunakan bahan-bahan yang biasanya dibuang di alam. Di Afrika, kami melihat banyak plastik di mana-mana,” ujar Versailles dikutip dari Africanews.
Ia mengatakan edisi tahun ini lebih mudah untuk diselenggarakan karena pelonggaran protokol COVID-19 di Afrika, berbeda dengan tahun lalu yang membuat hampir semua pertemuan publik dihentikan.
“Ini adalah pertemuan keluarga mode Afrika kami, meski pandemi menyebabkan tidak semua orang bisa berkumpul di sini. Kami menciptakan ekosistem mode, kami menjalaninya dengan bebas dan penuh semangat. Kami menjalaninya tanpa pengekangan,” kata Ndiaye.
Baca juga: Komentar Jennie BLACKPINK soal Paris Fashion Week
Baca juga: Jamur-jamur dalam rancangan Stella McCartney
Baca juga: KBRI Roma: Wastra Nusantara ikut perkuat diplomasi Indonesia
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021