• Beranda
  • Berita
  • Soal revisi UMP DKI, Apindo nilai Anies langgar regulasi pengupahan

Soal revisi UMP DKI, Apindo nilai Anies langgar regulasi pengupahan

20 Desember 2021 14:02 WIB
Soal revisi UMP DKI, Apindo nilai Anies langgar regulasi pengupahan
Tangkapan layar - Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (21/7/2021). ANTARA/Sanya Dinda.

Dalam hal ini Apindo DKI Jakarta telah menyatakan keberatannya tersebut karena hal tersebut apabila dilakukan akan melanggar PP 36/2021

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah melanggar regulasi pengupahan terkait revisi besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2022.

Anies pada akhir pekan lalu, merevisi besaran kenaikan UMP DKI Jakarta tahun 2022 dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen atau naik Rp225.667 dari UMP 2021.

"Di dalam hal ini, kami melihat bahwa kepala daerah, Gubernur DKI Jakarta, telah melanggar regulasi pengupahan yaitu yang ada di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan," katanya dalam konferensi pers daring di Jakarta, Senin.

Hariyadi menuturkan Gubernur DKI Jakarta melanggar ketentuan dalam PP Pengupahan, khususnya Pasal 26 tentang Tata Cara Perhitungan Upah Minimum; Pasal 27 mengenai UMP; serta Pasal 29 mengenai waktu penetapan upah minimum yang seharusnya untuk provinsi selambatnya pada 21 November 2021 lalu.

Selain itu, Gubernur DKI Jakarta juga dinilai melakukan revisi UMP secara sepihak tanpa memperhatikan pendapat dunia usaha.

"Dalam hal ini Apindo DKI Jakarta telah menyatakan keberatannya tersebut karena hal tersebut apabila dilakukan akan melanggar PP 36/2021," katanya.

Lebih lanjut, Hariyadi mengatakan revisi UMP DKI Jakarta yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta akan menjadikan upaya untuk mengembalikan UMP sebagai jaring pengaman sosial (social safety net) jadi sulit dilaksanakan.

Menurut dia, UMP merupakan jaring pengaman sosial yang dapat digunakan untuk menerapkan struktur skala upah. Pasalnya, upah minimum merupakan upah yang diterapkan untuk pekerja belum berpengalaman.

"Bisa dibayangkan kalau upah minimum masih gunakan konsep lalu yang upah minimum jadi upah rata-rata, maka ruang untuk memberlakukan struktur skala upah ini jadi sulit. Layer bagi pekerja di atas upah minimum jadi sangat kecil atau bahkan tidak ada. Ini jadi satu masalah juga," katanya.

Hariyadi menambahkan revisi UMP juga dinilai akan menimbulkan risiko yang besar bagi pencari kerja yang baru. Pekerja pemula akan kehilangan kesempatan karena upah minimum tinggi sehingga perusahaan tentu akan memilih pekerja berpengalaman.

"Jadi kesempatan untuk pekerja baru jadi semakin terbatas," katanya.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi dan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 di DKI sebesar 5,1 persen menjadi Rp4.641.854 dari ketetapan sebelumnya hanya 0,85 persen sebesar Rp4.453.935.

Gubernur DKI menjelaskan revisi tersebut berdasarkan kajian Bank Indonesia yang memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 mencapai 4,7 persen sampai dengan 5,5 persen.

Kemudian, inflasi diproyeksi akan terkendali sebesar 3 persen atau berada pada rentang 2 hingga 4 persen. Begitu juga kajian Institute For Development of Economics and Finance (Indef) yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 sebesar 4,3 persen.

Anies menjelaskan keputusan itu juga didasari kajian ulang dan pembahasan kembali bersama semua pemangku kepentingan terkait, serta dengan semangat kehati-hatian di tengah mulai bergeraknya laju ekonomi di Jakarta.


Baca juga: Anies nilai revisi kenaikan UMP 5,1 persen beri keadilan bagi buruh
Baca juga: Wagub DKI hormati para pihak jika ada gugatan hukum terkait UMP
Baca juga: Gubernur naikkan UMP DKI 2022 jadi 5,1 persen

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021