Penggunaan sistem pemilihan elektronik (e-voting) belum perlu pada Pemilu 2024.
Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizami Karsayuda menyarankan agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menambah jumlah pengawas di tiap tempat pemungutan suara (TPS) menjadi dua orang pada Pemilu 2024.
Langkah itu, menurut dia, untuk mengantisipasi terjadinya potensi kecurangan dan manipulasi hasil saat rekapitulasi suara.
"Kerawanan paling dikhawatirkan itu terjadi di tingkat TPS. Pada Pemilu 2024 kata kuncinya adalah penguatan pengawasan oleh Bawaslu terkait dengan kewenangannya maupun sumber daya manusia," kata Rifqi kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Menurut dia, pada Pemilu 2019 jumlah pengawas Bawaslu di tiap TPS berjumlah satu orang. Kondisi itu lebih baik dibandingkan Pemilu 2014, yaitu satu orang mengawasi 1—3 TPS.
Kalau satu orang sedang istirahat, salat, dan makan (isoma), misalnya, ada yang menggantikan untuk mengawasi jalannya rekapitulasi suara di TPS.
Pada tingkat kecamatan, lanjut dia, ada pengawas kecamatan (panwascam) yang jumlahnya cukup banyak.
Rifqi juga menyarankan agar jumlah honorarium pengawas di tiap TPS ditingkatkan jumlahnya dari sekitar Rp700 ribu menjadi disesuaikan dengan upah minimum provinsi (UMP) tiap daerah sekitar Rp2,5 juta—Rp3 juta.
Dengan penambahan jumlah SDM dan honorarium tersebut, dia berharap potensi kecurangan saat rekapitulasi suara dapat dihindari.
"Selama ini satu orang pengawas per TPS tugasnya sangat banyak karena mereka bukan hanya mengawasi saat rekapitulasi, melainkan sampai proses kotak suara dibawa ke tingkat kecamatan. Kami memahami beban kerja mereka sangat berat," katanya.
Selain itu, Rifqi juga setuju dengan pendapat Ketua KPU RI Ilham Saputra yang menyatakan penggunaan sistem pemilihan elektronik (e-voting) belum perlu pada Pemilu 2024.
Politikus PDI Perjuangan itu menilai persoalan teknologi informasi (TI) di Indonesia masih bermasalah. Selain itu, ada pengalaman penggunaan Sistem Informasi Rekap (Sirekap) pada Pilkada 2020 yang banyak masalah.
"Bahkan, saya sudah mengatakan kalau kita belum siap menggunakan e-voting pada Pemilu 2024. Lantas bagaimana cara antisipasi proses tahapan rekapitulasi suara yang bermasalah? Kata kuncinya adalah perkuat pengawasan oleh Bawaslu dari sisi institusi dan SDM," ujarnya.
Baca juga: Siti Zuhro: Popularitas calon jangan jadi ukuran memilih saat pemilu
Baca juga: Anggota DPR: Presidential threshold jadi instrumen pelembagaan partai
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021