Ketika perlu ada parpol, di sinilah kemudian NU melakukan penyesuaian sesuai dengan kemaslahatan.
Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin mengatakan warga Nahdlatul Ulama (nahdiyin) yang ingin menyalurkan aspirasi politik ke partai politik bukan perbuatan melanggar garis besar perjuangan atau khitah NU.
Wapres mengemukakan hal itu ketika menyampaikan pidato pada acara peluncuran dan bedah buku Historiografi Khitah dan Politik Nahdlatul Ulama di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Rabu.
"Menyalurkan aspirasinya ke suatu partai politik, itu tidak berarti bertentangan dengan khitah. Kalau itu bertentangan, berarti kita menuduh para ulama dan pendiri NU melanggar khitah. Ini saya kira tidak benar," kata Wapres di Hotel Radisson Lampung, Rabu.
Wapres menyebutkan dua hal berkaitan dengan komitmen NU dalam kehidupan masyarakat. Pertama, aktivitas NU berkaitan langsung dengan sektor pendidikan dan penyampaian dakwah.
"Ada dua hal yang kita melihat ketika menghadapi umat, itu NU langsung melakukan langkah-langkah melalui dakwah, juga pendidikan," katanya.
Namun, ketika berhadapan dengan kondisi kenegaraan, kebijakan, dan perundang-undangan, sebagai masyarakat negara demokrasi, NU dapat menggunakan partai politik untuk menyalurkan aspirasi politis.
"Sesuai dengan keadaan negara kita, sebagai negara demokrasi yang kemudian menggunakan saluran-salurannya itu, yaitu lembaga demokrasi. Maka, di situ pentingnya peran parpol untuk membuat dalam rangka mengundangkannya. Di sinilah peran parpol," katanya.
Sebelum 1952, lanjut dia, NU berperan dalam pembentukan serta bergabung dengan Masyumi, partai politik yang menyalurkan aspirasi politis umat Islam di Indonesia saat itu.
"Ketika sebelum 1952, memang NU dalam menyalurkan aspirasi politik menggunakan Masyumi sebagai parpol, NU bagian dari Masyumi. Akan tetapi, ketika Masyumi dianggap oleh NU tidak lagi bisa menjadi saluran aspirasi, NU mengubah dirinya menjadi parpol," katanya.
Oleh karena itu, Wapres mengatakan NU merupakan organisasi perbaikan yang membawa perubahan, baik pada masalah keagamaan maupun kemasyarakatan, sehingga NU harus melakukan penyesuaian sesuai dengan kemaslahatan.
"Ketika perlu ada parpol, di sinilah kemudian NU melakukan penyesuaian sesuai dengan kemaslahatan," kata Wapres.
Baca juga: Said Aqil bersyukur Indonesia memiliki ulama yang nasionalis
Baca juga: Kandidat Ketua Umum PBNU saling klaim dukungan
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021