"Semua vaksin berpotensi sebagai 'booster', tentunya setelah melalui uji klinis khusus untuk membuktikan keamanan dan hasil gunanya sebagai 'booster'," katanya melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Rabu.
Dia mengungkapkan banyak tantangan dalam pengembangan vaksin, termasuk vaksin COVID-19.
Pengembangan vaksin, menurut dia, tidak dapat dilakukan dengan cepat karena terdapat banyak proses dan tahapan yang harus dilalui.
Hal tersebut, kata dia, diperlukan untuk membuktikan kandidat vaksin yang dikembangkan aman dan berhasil memberikan perlindungan orang terhadap COVID-19.
Ia menuturkan upaya pengembangan vaksin nasional dilakukan oleh sejumlah institusi dan perguruan tinggi di Tanah Air, salah satunya pengembangan vaksin Merah Putih.
Baca juga: "Booster" vaksin Moderna dikatakan efektif lawan Omicron
UGM turut menjadi salah satu lembaga yang melakukan pengembangan vaksin Merah Putih.
"Pengembangan vaksin sangat kompleks, untuk sampai tahap uji klinis masih panjang prosesnya. Saat ini kita sedang persiapkan melakukan uji imunogenitas pada hewan coba," kata tim pengembang vaksin Merah Putih UGM ini.
Ia menjelaskan untuk melihat efek imunogenitas vaksin timnya akan menguji kandidat protein pada mencit.
Dalam pengembangan vaksin Merah putih, UGM fokus pada pengembangan vaksin berbasis DNA protein rekombinan dan menggunakan Carbonated Hydroxyapatite (CHA) sebagai adjuvan.
"Yang membedakan pengembangan vaskin UGM ini dengan yang lainnya adalah pada platform teknologinya yakni rekombinan protein," ujar dia.
Tri Wibawa menyebutkan setiap platform pengembangan vaksin mempunyai keunggulan dan kelemahan.
Menurutnya, vaksin yang dikembangkan UGM dengan berbasis protein rekombinan lebih menjanjikan untuk mengurangi potensi efek samping.
Tak hanya itu, menurut dia, dengan platform tersebut juga lebih mudah dalam produksi massal.
Baca juga: Menkes: Vaksin penguat untuk lansia gratis
Baca juga: Wamenkes: Vaksinasi booster bergulir 1 Januari 2022
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021