Diskresi tersebut, juga diberikan untuk pejabat diplomatik yang melakukan kunjungan kenegaraan atau delegasi negara – negara anggota G20.
“Bahkan masyarakat biasa juga bisa mendapat pengecualian karantina mandiri, yang memiliki alasan kesehatan dan kemanusiaan,” kata Abraham Wirotomo, dalam siaran pers KSP yang diterima di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Pengecualian karantina mandiri hanya untuk pejabat eselon satu ke atas
Sebelumnya, Surat Edaran Kasatgas COVID-19 yang memuat dispensasi pengurangan durasi pelaksanaan karantina kepada pejabat eselon satu ke atas menjadi sorotan publik. SE 25/2021 tersebut dinilai pilih kasih dan tidak adil, karena memberikan perlakukan istimewa kepada pejabat.
Abraham menilai pemberian dispensasi karantina tidak ubahnya fasilitas negara yang melekat pada seorang pejabat negara, seperti hak mendapat pengawalan atau lainnya, yang bertujuan untuk menunjang tugas-tugas kenegaraannya.
“Ini yang harus dipahami oleh masyarakat,” ujar Abraham.
Baca juga: Satgas: Aturan karantina terkini, pengecualian berlaku terbatas
Ia menambahkan, meski mendapat dispensasi untuk bisa melaksanakan karantina mandiri, para pejabat negara tetap harus mengikuti prosedur Satgas COVID-19.
“Pejabat tetap harus berkirim surat pengajuan karantina mandiri ke satgas, harus ada keterangan punya kamar tidur dan kamar mandi yang terpisah, melampirkan hasil tes PCR, dan juga ada petugas yang mengawasinya,” ujar Abraham.
Abraham juga mengingatkan, pemerintah dalam menangani pandemi tidak hanya menekankan pada pengendalian COVID-19, tapi juga pada pemulihan ekonomi.
”Kalau pemerintah kaku dan hanya memikirkan dampak kesehatan maka tidak ada itu skema travel buble, tidak ada kunjungan delegasi G20 atau lainnya. Aturan bisa berubah sewaktu-waktu melihat kondisi terkini dengan pendekatan kesehatan dan ekonominya,” jelas Abraham.
Baca juga: Satgas: Pemerintah tambah tiga tempat karantina bagi pelaku perjalanan
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021