Chairman ProFauna Indonesia Rosek Nursahid di Malang Jumat mengatakan, hasil survei terakhir ProFauna Indonesia belum lama ini, jumlah elang jawa di Tahura menurun drastis, mencengangkan hanya tinggal 2 ekor.
"Tahun 1997 di Tahura masih ditemukan sedikitnya 6 ekor elang jawa dan saat ini tim survei ProFauna hanya bisa menjumpai 2 ekor saja," katanya menambahkan.
Elang Jawa adalah satwa langka yang telah ditetapkan sebagai burung nasional pada tahun 1993 karena selain kelangkaannya, burung ini juga dianggap mirip dengan burung garuda yang menjadi lambang negara Indonesia.
Elang jawa juga masuk dalam daftar satwa yang dilindungi, sehigga penangkapan, perdagangan maupun pemeliharaannya dilarang oleh Undang-undang. Semua ini untuk memastikan agar elang jawa tetap lestari dihabitatnya.
Menurut Rosek, menurunnya kualitas habitat membuat populasi elang jawa kian menyusut. Elang jawa adalah burung pemburu berukuran besar (60 cm) yang hidup di hutan primer yang ada di Pulau Jawa.
Dalam rantai makanan, Elang jawa berposisi sebagai top predator yang memangsa burung-burung besar dan mamalia seperti ayam hutan, tupai, musang, jelarang dan kelelawar buah.
Habitat yang rusak membuat mangsa elang jawa semakin berkurang, apalagi penggunaan pestisida di lahan pertanian yang berbatasan dengan hutan juga turut mempengaruhi keberadaan elang jawa.
Rosek juga menyayangkan menurunnya populasi elang jawa di Tahura R. Soerjo tersebut sangat, karena merupakan kekayaan alam yang luar biasa, apalagi diperkirakan populasi total elang jawa di alam tidak lebih dari 400 ekor.
Menyusutnya hutan primer yang menjadi habitat elang jawa memberikan kontribusi besar bagi menurunnya populasi elang jawa dan seharusnya pemerintah menghentikan laju deforestasi di Pulau Jawa.
Menurut catatan ProFauna, selain di Tahura R Soerjo ada beberapa tempat lain di Jatim yang juga menjadi habitat elang jawa, seperti di Pulau Sempu, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Taman Nasional Merubetiri, Taman Nasional Alas Purwa, Lebakharjo, Pegungan Hyang dan Kawah Ijen.
Hanya saja, sampai saat ini belum diketahui secara pasti status populasi terkini dari elang jawa di tempat-tempat tersebut. Elang jawa bisa hidup di hutan primer mulai dari ketinggian 0 meter hingga 3000 meter dari permukaan laut.
Ia mengemukakan, selain faktor rusaknya habitat dan juga diduga faktor penggunaan pestisida, secara alami memang pertumbuhan elang jawa boleh dibilang lambat. Elang jawa dianggap dewasa ketika berumur 3 atau 4 tahun dan hanya berbiak satu atau dua tahun sekali.
Elang jawa hanya bisa bertelur satu butir yang akan dierami selama sekitar 47 hari. Setelah anaknya lahir, selama 1,5 tahun anak elang jawa itu akan hidup bersama induknya.
"Dengan perkembangbiakan yang lambat tersebut, juga memicu rendahnya laju survival elang jawa," ujar Rosek menambahkan.
(E009/S019)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011