"Kami berharap pemerintah tidak memaksakan kehendaknya dalam mengembangkan perkebunan sawit dan PLTN tanpa memperhatikan aspek sosial dan lingkungan," kata Kepala Devisi Riset dan Kampanye WALHI Kalbar Hendrikus Adam di Pontianak, Senin.
Ia mencontohkan, saat ini kepala daerah di Kalbar berebut melepaskan lahannya untuk pengembangan sawit, malah luasnya sudah mencapai sekitar empat juta hektare atau melebihi dari kuota sebesar 1,5 juta hektare.
Akibatnya sangat berpotensi menimbulkan konflik antara pengusaha dan masyarakat sebagai pemilik tanah adat yang kondisi tanahnya terancam diambil oleh pihak pengemban perkebunan.
"Kami dan masyarakat membutuhkan kepastian dan sikap jelas atas perlindungan dari pemerintah terhadap warganya atas kondisi lingkungan yang baik dan sehat sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia," katanya.
Menurut catatan WALHI Kalbar, dalam kurun 13 tahun terakhir telah terjadi 6.632 bencana terkait ekologi, data Sawit Watch hingga 2010 telah terjadi 630 konflik terkait perkebunan sawit, sebanyak 200 konflik perkebunan monokultur terjadi di Kalbar.
Sementara menurut data dari Institut Dayakologi dan Sawit Watch di enam kabupaten di Kalbar, perluasan perkebunan sawit sejak tahun 1980-an hingga 2009 sudah 229 perusahaan yang mengantongi izin perluasan sawit dengan luas 3,57 juta hektare, namun baru terealisasi sekitar 318.560 ribu hektare.
Sementara itu, Kepala Devisi Riset dan Kampanye WALHI Kalbar menyatakan, terkait rencana pengembangan PLTN di Kalbar sebaiknya disosialisasikan dahulu apakah masyarakat menerimanya atau menolak.
"Keputusan akan mengembangkan PLTN di Indonesia dan Kalbar belum prioritas dan bukan pilihan bijak untuk mengatasi krisis energi karena masih banyak potensi energi terbarukan, seperti panas bumi, air, angin dan surya," katanya.
Hingga saat ini belum ada jaminan dari pengembangan PLTN karena risikonya cukup besar akibat kelalaian, kecelakaan dan kesengajaan sehingga keputusan itu terlalu dipaksakan dan beresiko besar, kata Hendrikus.
Menurut WALHI Kalbar, kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan rombongan dalam rangkaian kegiatan kunjungan memperingati Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat VIII dan Hari Kesatuan Gerak PKK ke-39 di Pontianak, 30 - 31 Mei diharapkan tidak hanya seremonial semata.
Kehadiran Presiden SBY bersama rombongan diharapkan dapat mengakomodir berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat Kalbar, seperti memberikan perhatian khusus terhadap kebijakan pengembangan perkebunan kelapa sawit rencana pembangunan PLTN.
(A057/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011