Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat Martin Griffiths mengatakan ada laporan yang dapat dipercaya bahwa warga sipil, termasuk setidaknya satu anak, dipaksa keluar dari kendaraan, dibunuh, dan dibakar.
Griffiths tidak menjelaskan mengapa dia menganggap laporan itu dapat dipercaya.
"Saya ngeri dengan laporan serangan terhadap warga sipil... Saya mengutuk insiden menyedihkan ini dan semua serangan terhadap warga sipil di seluruh negeri, yang dilarang berdasarkan hukum humaniter internasional," kata dia dalam sebuah pernyataan.
Griffiths menyerukan penyelidikan "menyeluruh dan transparan" sehingga para pelaku dapat diadili.
Militer yang berkuasa di Myanmar belum mengomentari pembunuhan di dekat Desa Mo So di Negara Bagian Kayah pada Jumat (24/12) itu. Panggilan telepon ke juru bicara junta Zaw Min Tun juga tidak dijawab.
Media pemerintah melaporkan pada Minggu (26/12) bahwa tentara telah menembak dan membunuh sejumlah "teroris dengan senjata" di desa itu. Namun, laporan tersebut tidak menyebut apa pun mengenai warga sipil.
Kedutaan Besar Amerika Serikat mengatakan dalam sebuah unggahan di Twitter bahwa mereka "terkejut dengan serangan biadab ini".
Baca juga: Dua relawan hilang dalam serangan maut di Myanmar
"Kami akan terus mendesak pertanggungjawaban para pelaku kampanye kekerasan yang sedang berlangsung terhadap rakyat Burma," kata Kedubes AS, mengacu pada nama lain Myanmar.
Dua warga dan Kelompok Hak Asasi Manusia Karenni yang beroperasi di daerah itu mengatakan tentara telah membunuh lebih dari 30 warga sipil.
Mereka mengatakan rinciannya tidak jelas tetapi tampaknya para korban berada di kendaraan, termasuk setidaknya satu truk, yang berhenti di jalan. Mereka dibunuh lalu mayat-mayatnya dibakar, kata penduduk dan kelompok HAM itu.
Seorang penduduk desa yang menolak disebutkan namanya karena alasan keamanan mengatakan dia tahu telah terjadi kebakaran di lokasi tersebut pada Jumat, tetapi tidak bisa pergi ke sana karena ada penembakan.
"Saya pergi melihat pagi ini. Saya melihat mayat yang telah dibakar dan juga pakaian anak-anak dan wanita berserakan," kata dia kepada Reuters melalui telepon, Sabtu (25/12).
Foto-foto yang diunggah oleh Karenni menunjukkan tubuh-tubuh yang hangus, beberapa di antaranya terlihat di belakang truk yang terbakar. Reuters tidak dapat secara independen memverifikasi keaslian gambar-gambar tersebut.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih, yang dipimpin pemenang Hadiah Nobel Aung San Suu Kyi, pada 1 Februari 2021.
Beberapa penentang militer telah mengangkat senjata, sementara yang lain bergabung dengan gerilyawan etnis minoritas yang telah bertahun-tahun memerangi pemerintah untuk menentukan nasib sendiri di berbagai bagian negara, termasuk Negara Bagian Kayah di timur Myanmar.
Baca juga: 30 warga Myanmar di daerah konflik tewas terbakar
Kelompok bantuan Save the Children mengatakan dua pekerjanya, yang bepergian ke desa asal mereka untuk liburan akhir tahun, hilang dalam serangan itu. Kelompok itu kemudian menangguhkan kegiatan di Negara Bagian Kayah, sejumlah daerah di Negara Bagian Karen yang berdekatan, dan wilayah Magway.
Pembunuhan dan pembakaran mayat di Negara Bagian Kayah menyusul kekerasan serupa di wilayah Sagaing tengah pada 7 Desember ketika penduduk desa mengatakan tentara menangkap 11 orang, menembak, dan kemudian membakar tubuh mereka.
Pemerintah militer Myanmar belum mengomentari insiden itu.
Sejak militer melancarkan kudeta, lebih dari 1.300 orang telah tewas dalam tindakan keras terhadap protes dan lebih dari 11.000 orang telah dipenjara, menurut penghitungan kelompok HAM Asosiasi untuk Bantuan Tahanan Politik.
Militer membantah jumlah korban tewas kelompok itu.
Pertempuran juga berkobar di Negara Bagian Karen, juga di timur, antara tentara dan kelompok pemberontak Persatuan Nasional Karen (KNU).
Pihak berwenang Thailand mengatakan lebih dari 5.000 penduduk desa dari Myanmar melarikan diri melintasi sungai perbatasan ke wilayah aman Thailand sejak 16 Desember.
Sumber: Reuters
Baca juga: AS akan terus desak Myanmar tegakkan demokrasi inklusif
Baca juga: PBB sebut pelanggaran HAM berat di Myanmar makin mengkhawatirkan
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021