"Perlu ada perubahan mindset, perubahan strategi kebijakan agar peningkatan penetrasi internet juga diikuti dengan peningkatan kue ekonomi yang lebih besar di semua kelompok masyarakat, sehingga pendapatan per kapita meningkat tetapi juga kesenjangan tidak bertambah," kata Hendri dalam webinar "Refleksi Ekonomi Akhir Tahun 2021" yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Ia mencontohkan di bidang keuangan, sebelum marak financial technology peer to peer lending atau pinjaman online (pinjol), masyarakat telah mengenal Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Dengan keberadaan pinjol, LKM-LKM tersebut dapat tergusur karena tidak mampu berkompetisi dengan cost of fund yang lebih tinggi.
"Jadi yang harus dipersiapkan adalah bagaimana pemerintah menyiapkan agar hal positif yang terjadi karena digitalisasi ini juga akan memberikan manfaat yang lain," ucapnya.
Menurutnya, perlu diperjelas otoritas yang mengatur LKM maupun pinjaman online, terutama yang bergerak di daerah di level kabupaten atau kota.
Di samping fintech, menurutnya, pemerintah juga mesti memperhatikan peningkatan penggunaan loka pasar atau e-commerce.
Pasalnya, saat ini kebanyakan masyarakat hanya menggunakan jasa e-commerce untuk menjual produk, tetapi produk-produk tersebut merupakan produk impor.
Menurutnya, pemerintah perlu membuat strategi berupa kebijakan yang lebih komprehensif agar peningkatan penggunaan e-commerce juga mendorong perbaikan struktur industri manufaktur.
"Jadi dengan adanya digitalisasi di perdagangan yang memudahkan untuk mendapatkan manfaat di berbagai sektor produk, bahan baku misalnya, jangan sampai kita justru tidak memanfaatkan karena tidak ada strategi kebijakan yang memang memberikan peluang untuk itu," imbuh Hendri.
Baca juga: Pemerintah bawa isu digitalisasi ke G20
Baca juga: Kerja keras Bank Indonesia, dari luncurkan SNAP hingga BI-FAST
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021