"Masalah payung hukum, kita berharap undang-undang itu segera dibahas dan disahkan. Kalau ada hal yang kontroversi nanti dicari solusi yang baik," ujar Menko PMK Muhadjir ketika ditemui wartawan usai taklimat media bidang PMK di Jakarta pada Rabu.
"Jangan sampai hanya beberapa perbedaan itu membuat hal yang sifatnya urgen itu tertunda dan tertundanya terlalu berisiko karena itu sudah sangat mendesak memang dibutuhkan," tambahnya.
Baca juga: Ketua DPR: RUU TPKS jadi pelindung hak perempuan
Menyebut kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai fenomena gunung es, Muhadjir mengatakan meski terjadi penurunan tapi itu hanya terkait kasus yang diketahui atau dilaporkan. Sementara masih banyak kasus yang belum terungkap.
Untuk itu ditegaskanya perlu disiapkan perangkat infrastruktur yang menurutnya belum maksimal, dengan perhatian terhadap masalah perlindungan perempuan dan anak yang baru menjadi sorotan dalam dua puluh tahun terakhir.
Muhadjir menyebut pemerintah menaruh perhatian akan isu tersebut dengan telah ada dana alokasi khusus (DAK) non-fisik perlindungan perempuan dan anak mulai tahun anggaran 2021 sebesar Rp101,2 miliar dan dilanjutkan pada 2022 sebesar Rp120 miliar.
Dana itu disalurkan kepada seluruh daerah untuk memperkuat penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak di tingkat daerah.
Menurut survei pengalaman hidup perempuan nasional 2021 yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) menemukan kekerasan fisik dan/atau seksual yang dilakukan pasangan dan selain pasangan dialami oleh 26,1 persen, atau satu dari empat perempuan usia 15-64 tahun, selama hidupnya.
Angka itu memperlihatkan penurunan 33,4 persen atau satu dari tiga perempuan, berdasarkan hasil survei pada 2016.
Baca juga: Anggota DPR: RUU TPKS mendesak segera disahkan jadi UU
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021