Dengan kasus virus corona mencapai rekor tertinggi, banyak negara berusaha membatasi kerusakan ekonomi dengan melonggarkan aturan isolasi daripada menggunakan penguncian.
Ada beberapa data ekonomi positif dari Korea Selatan di mana lonjakan 5,1 persen pada output industri November dapat menandakan berkurangnya hambatan pasokan global.
Namun, sulit bagi sebagian besar kawasan dan indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang datar pada hari ini dan merosot 6,0 persen pada tahun ini.
Saham-saham unggulan China juga telah kehilangan 6,0 persen dipimpin oleh penurunan besar dalam teknologi karena Beijing memperketat pembatasan pada sektor ini.
Indeks Nikkei Jepang tergelincir 0,7 persen pada Kamis, berada di jalur dengan kenaikan moderat 4,6 persen untuk tahun ini. Pasar Tokyo akan ditutup pada Jumat (31/12).
Saham Taiwan berkinerja lebih baik dengan lonjakan 24 persen berkat permintaan yang sangat tinggi untuk chip komputer di tengah pasokan yang terbatas.
Analis BofA Ajay Kapur memperkirakan beberapa kenaikan untuk pasar Asia dalam waktu dekat tetapi netral dari kuartal kedua dan seterusnya mengingat saat itulah likuiditas global kemungkinan akan mencapai puncaknya ketika Federal Reserve berhenti membeli aset.
Dia juga bearish di China karena ekspektasi ekonomi akan terus melambat dan pendapatan perusahaan mengecewakan.
Indeks berjangka S&P 500 turun 0,2 persen di awal perdagangan, sementara indeks berjangka Nasdaq kehilangan 0,3 persen.
Wall Street memiliki tahun yang luar biasa berkat pendapatan perusahaan yang positif dan bantuan luar biasa dari stimulus kebijakan. Indeks S&P 500 terangkat 28 persen dan melihat kinerja tiga tahun terkuatnya sejak 1999.
Nasdaq juga melonjak 22 persen pada tahun ini, meskipun sebagian besar disebabkan oleh peningkatan stratosfer dalam nilai hanya tujuh grup teknologi - Apple sendiri merupakan 11 persen dari indeks.
Pasar obligasi telah ditekan oleh persistensi inflasi AS dan akibat perubahan hawkish oleh The Fed, dengan investor sekarang memperkirakan kenaikan suku bunga pertama pada awal Maret atau Mei.
Imbal hasil obligasi dua tahun telah melonjak 55 basis poin sejak September menjadi 0,75 persen, mendekati tertinggi sejak Maret tahun lalu.
Obligasi jangka panjang telah menderita relatif lebih sedikit dan kurva imbal hasil telah mendatar secara nyata, menunjukkan investor bertaruh Fed yang lebih agresif sekarang akan berarti inflasi dan pertumbuhan yang lebih lambat di masa depan dan puncak yang lebih rendah untuk suku bunga.
Pada Kamis, imbal hasil obigasi pemerintah AS 10-tahun naik 6 basis poin untuk minggu ini di 1,55 persen tetapi jauh di bawah puncak 1,776 persen yang dicapai pada April.
Prospek Fed telah digabungkan dengan aliran safe-haven untuk menopang dolar AS, meskipun mengalami beberapa aksi ambil untung semalam karena euro melambung ke 1,1351 dolar AS dan menjauh dari palung November di 1,1184 dolar AS.
Sebagian besar aksi datang dalam yen, yang telah mengalami aksi jual akhir tahun yang luas selama sekitar seminggu terakhir. Euro mencapai level tertinggi sejak pertengahan November di 130,53 yen, begitu pula dolar di 115,04 yen.
Di pasar komoditas, emas stabil di 1.804 dolar AS per ounce, meskipun itu membuatnya 5,0 persen lebih rendah untuk tahun ini.
Harga minyak naik pada Rabu (29/12), setelah data pemerintah menunjukkan persediaan minyak mentah AS turun pekan lalu, mengimbangi kekhawatiran bahwa meningkatnya kasus virus corona dapat mengurangi permintaan.
Itu menandai tahun yang spektakuler untuk minyak, karena Brent naik lebih dari 50 persen di tengah pasokan yang terbatas, menambah denyut inflasi global secara signifikan.
Pada Kamis, minyak mentah AS turun 9 sen menjadi diperdagangkan di 76,47 dolar AS per barel, sementara Brent belum diperdagangkan pada 79,23 dolar AS per barel.
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021