“Prioritas yang sangat urgen adalah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan RUU Pelindungan Data Pribadi. Kalau boleh istilah dokter, ini cito. Artinya sangat segera,” kata dia, ketika dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Baca juga: Pada 2022, RUU PDP harus segera disahkan jadi undang-undang
Ia menjelaskan, kedua RUU itu memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan hak asasi manusia, terutama RUU TPKS. Sepanjang 2021, jagat media sosial telah diramaikan dengan berbagai isu kekerasan seksual dengan pelaku yang berasal dari berbagai jenis latar belakang.
Baik yang berasal dari lingkungan keluarga, sekolah, hingga lingkungan kerja. Fenomena tersebut merupakan indikator bahwa Indonesia sedang benar-benar membutuhkan kepastian hukum terkait tindak pidana kekerasan seksual.
Baca juga: Urgensi perlindungan data pribadi dan penantian pengesahan RUU PDP
Di sisi lain, media juga berulang kali memberitakan terjadinya kasus kebocoran data, baik yang berasal dari instansi publik maupun swasta.
Sihombing menekankan, ketika kebocoran data pribadi terjadi akibat adanya kesengajaan dari pihak pegawai negeri atau pegawai publik yang bertugas dalam mengolah data, maka oknum tersebut harus memperoleh sanksi yang seberat-beratnya.
Baca juga: Pakar: Sinergi RUU TPKS dengan aturan lain cegah "over" kriminalisasi
“RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual memerlukan pasal yang tegas, sedangkan RUU Pelindungan Data Pribadi membutuhkan sanksi yang tegas,” ucap dia.
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin pelindungan hak asasi manusia. Para pembentuk undang-undang dapat mewujudkan tanggung jawab tersebut melalui regulasi yang akan mereka setujui untuk disahkan.
“Kalau boleh, kedua RUU ini diputuskan pada awal tahun 2022 dan menjadi produk utama mereka, teman-teman legislatif. Saya kira, ini menjadi skala super prioritas,” ucap dia.
Baca juga: Komnas: Perempuan paling berisiko alami kekerasan di ranah personal
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021