"Saya minta Presiden dan Mendagri menyiapkan cara yang tepat untuk mengidentifikasi dengan melakukan 'profiling' calon-calon penjabat kepala daerah yang akan ditunjuk sehingga hasilnya bukanlah mereka yang intoleran dan radikal," kata Luqman di Jakarta, Selasa.
Dia menilai orang-orang yang ditunjuk sebagai penjabat kepala daerah harus dipastikan figur pancasilais sejati, bukan mereka yang terpapar paham intoleransi dan radikal.
Baca juga: Anggota DPR minta KPU pastikan keamanan siber jelang Pemilu 2024
Menurut dia, saat ini ada oknum di kalangan aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri yang terpapar paham intoleransi dan radikal sehingga "profiling" tersebut harus dilakukan.
"Apakah di kalangan ASN, TNI, dan Polri ada yang terpapar paham intoleransi dan radikal? Saya jawab tegas, ada," ujarnya.
Luqman menjelaskan penjabat kepala daerah diperlukan untuk mengisi kekosongan kepala daerah (provinsi/kabupaten/kota) yang telah berakhir periodenya dan belum ada hasil pemilihan kepala daerah definitif agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan di suatu daerah.
Baca juga: Komisi II: Penyederhanaan surat suara perhatikan aturan UU Pemilu
Menurut dia, penunjukan penjabat kepala daerah diatur pada Pasal 201 ayat (10) dan (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
"Pada ayat (10) dijelaskan bahwa Penjabat Gubernur berasal dari Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan untuk Penjabat Bupati/Walikota berasal dari Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama," katanya.
Dia menilai pertimbangan utama dalam menunjuk penjabat kepala daerah, selain harus memenuhi aspek normatif yang dipersyaratkan UU, juga harus dijauhkan dari upaya pihak tertentu membangun kaki tangan politik partisan untuk kepentingan Pemilu atau Pilpres 2024.
Baca juga: Luqman Hakim: Timsel KPU-Bawaslu miliki reputasi baik
Luqman menegaskan ratusan penjabat kepala daerah tidak boleh dirancang untuk menjadi "batalion politik" yang akan bekerja untuk kepentingan partai atau capres/cawapres tertentu tahun 2024.
Dia mengatakan penunjukan penjabat kepala daerah murni kewenangan Presiden dan Mendagri sehingga tidak diperlukan konsultasi apalagi persetujuan DPR RI.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022