"Riset kita itu dominan pemerintah, padahal riset itu tidak boleh dominan pemerintah," kata Laksana Tri Handoko dalam acara Dialog Pemred Bersama Kepala BRIN dengan tema "Solusi Fundamental Penguatan Riset dan Inovasi" yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa malam.
Handoko menambahkan riset yang dilakukan pemerintah pun hanya riset berskala kecil yang banyak tersebar di berbagai kementerian/ lembaga.
"Sudah dominan, diecer-ecer, kalau istilah Pak Jokowi, ke 74 K/L (kementerian/ lembaga) sehingga kita itu kecil-kecil," katanya.
Baca juga: Kepala BRIN: Integrasi LBM Eijkman ke BRIN tingkatkan karier PNS
Kelemahan Indonesia di bidang riset terlihat saat menghadapi pandemi COVID-19 dengan tidak adanya kemampuan mitigasi yang memadai.
"Ketika ada pandemi, kita tahu bahwa tidak ada satupun tim periset yang pernah punya pengalaman, infrastrukturnya juga tidak ada dan kita tidak tahu infrastruktur itu harus ada," katanya.
Oleh karena itu pemerintah mendorong agar lebih banyak periset dan lembaga riset swasta.
"Lembaga riset pemerintah itu harusnya sedikit saja, satu, dua saja, yang banyak itu harusnya non-pemerintah, nah itu kalau standar UNESCO, 80 persen itu non-pemerintah, riset pemerintah itu yang tidak laku saja," katanya.
Handoko juga menegaskan bahwa aktivitas riset tidak perlu diatur melalui regulasi namun pemerintah akan memberikan fasilitasi kepada para periset.
Baca juga: BRIN dorong mantan tenaga honorer Eijkman menjadi asisten riset
Baca juga: Anggota DPR harap peleburan Lembaga Eijkman tak kurangi independensi
Baca juga: 113 tenaga honorer-PPNPN tidak lanjut bekerja di Eijkman BRIN
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022