"Jika RUU TPKS ini sudah disahkan jadi undang-undang, maka akan menjadi tolok ukur bertindak oleh aparatur negara," kata Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin di Jakarta, Jumat.
Selain itu, dengan disahkannya RUU TPKS menjadi produk undang-undang sekaligus akan berfungsi sebagai koridor norma baru bagi perilaku warga negara di Tanah Air, kata Amiruddin.
"Ini demi perlindungan HAM perempuan Indonesia. Komnas HAM mendesak RUU TPKS agar segera disahkan," kata dia.
Ia berpendapat jika RUU TPKS terus ditunda maka sama halnya semua pihak bersikap abai atas perlindungan perempuan dan anak di Indonesia.
Desakan yang disampaikan oleh Komnas HAM tidak lepas dari berbagai kasus kekerasan seksual di Tanah Air terutama yang terjadi di lingkungan pondok pesantren. Sebagai contoh peristiwa yang terkuak di Bandung.
Dalam kejadian itu seorang pemilik asrama pondok pesantren menjadi pelaku kekerasan seksual. Bahkan, perbuatan bejat pelaku sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Diketahui sebanyak 12 anak perempuan menjadi korban dimana delapan di antaranya sampai hamil.
"Peristiwa itu sepertinya hanya puncak gunung es yang tampak," ujar dia.
Merebaknya peristiwa kekerasan seksual seperti yang terjadi di Bandung sepertinya bukan saja karena bejatnya pelaku. Namun, juga bisa terjadi karena sikap abai dari masyarakat hingga aktor-aktor negara dan pemerintah.
Terakhir, kata dia, jika RUU TPKS sudah disahkan menjadi undang-undang maka penghormatan dan perlindungan HAM warga negara terutama perempuan bisa lebih ditingkatkan oleh negara.
Baca juga: Kemenkumham: RUU TPKS masuk Prolegnas 2022
Baca juga: Women Crisis Center apresiasi Jokowi desak DPR bahas RUU TPKS
Baca juga: Wakil Ketua DPR: RUU TPSK secepatnya dibahas di Bamus
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2022