Harga minyak menguat pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), dengan Brent mencapai hampir 84 dolar AS per barel didukung oleh pasokan yang ketat dan ekspektasi bahwa meningkatnya kasus Virus Corona dan penyebaran varian Omicron tidak akan menggagalkan pemulihan permintaan global.Kombinasi fakta - bahwa permintaan akan lebih kuat dari yang diantisipasi dan bahwa pasokan OPEC mungkin tidak tumbuh secepat permintaan - adalah mengapa harga naik
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret melonjak 2,85 dolar AS atau 3,52 persen, menjadi menetap di 83,72 dolar AS per barel, harga tertinggi sejak awal November, setelah kehilangan 1,1 persen di sesi sebelumnya.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Februari terangkat 2,99 dolar AS atau 3,8 persen, menjadi ditutup di 81,22 dolar AS per barel, juga harga tertinggi sejak pertengahan November. Pada Senin (10/1/2022), WTI turun 0,9 persen.
Kurangnya kapasitas produksi di beberapa negara berarti bahwa penambahan pasokan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) berjalan di bawah peningkatan yang diizinkan berdasarkan pakta dengan sekutunya.
Di sisi permintaan, Ketua Federal Reserve (Fed) Jerome Powell mengatakan pada Selasa (11/1/2022) bahwa ia memperkirakan dampak ekonomi Omicron akan berumur pendek, menambahkan bahwa kuartal berikutnya bisa sangat positif bagi perekonomian setelah lonjakan yang didorong oleh varian itu mereda.
Baca juga: Minyak naik di sesi Asia didorong selera risiko dan pasokan OPEC ketat
"Kombinasi fakta - bahwa permintaan akan lebih kuat dari yang diantisipasi dan bahwa pasokan OPEC mungkin tidak tumbuh secepat permintaan - adalah mengapa harga naik," kata Analis Senior Price Futures Group, Phil Flynn.
Ekonomi-ekonomi utama telah menghindari kembalinya penguncian yang parah, bahkan ketika infeksi COVID-19 telah melonjak. Margin penyulingan bahan bakar jet Eropa, misalnya, kembali ke tingkat pra-pandemi karena pasokan di kawasan itu mengetat dan aktivitas penerbangan global pulih meskipun Omicron menyebar.
"Omicron belum mendatangkan malapetaka seperti varian Delta dan mungkin tidak akan pernah melakukannya, menjaga pemulihan global tetap pada jalurnya," kata Analis OANDA, Jeffrey Halley.
Pemerintah AS pada Selasa (11/1/2022) juga memperkirakan bahwa produksi minyak AS akan lebih rendah tahun ini dari yang diperkirakan sebelumnya, sementara total permintaan minyak akan lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.
Produksi diperkirakan naik 640.000 barel per hari tahun ini, lebih rendah dari perkiraan bulan sebelumnya yang naik 670.000 barel per hari, dan diperkirakan akan meningkat lagi 610.000 barel per hari pada 2023.
Baca juga: Minyak tergelincir, tetapi raih kenaikan mingguan sekitar lima persen
Total permintaan minyak sekarang diperkirakan akan meningkat sebesar 840.000 barel per hari untuk tahun ini, lebih tinggi dari peningkatan 700.000 barel per hari yang diharapkan bulan lalu. Diperkirakan akan meningkat lagi 330.000 barel per hari pada 2023.
Brent telah melonjak 50 persen pada 2021 dan telah reli lebih lanjut pada 2022, dengan investor memperkirakan peningkatan permintaan sementara OPEC dan sekutunya, secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, perlahan-lahan mengurangi rekor penurunan produksi yang dibuat pada 2020.
Penghentian produksi sementara baru-baru ini di Libya juga mendukung harga, dan National Oil Corp mengatakan pada Selasa (11/1/2022) bahwa pihaknya menangguhkan ekspor dari terminal Es Sider.
Dolar AS yang lebih lemah juga membantu mendukung minyak karena membuat minyak lebih murah bagi pembeli yang memegang mata uang lain dan cenderung mencerminkan selera risiko yang lebih tinggi di kalangan investor.
Laporan mendatang tentang persediaan AS diperkirakan menunjukkan stok minyak mentah turun sekitar 2 juta barel.
Baca juga: Harga emas melonjak 19,7 dolar, greenback turun pascatestemoni Powell
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022