"Secara umum dengan adanya COVID-19 terjadi dampak luar biasa terhadap sistem kesehatan primer maupun rujukan atau sekunder," kata Pejabat WHO Regional Asia Tenggara Siswanto dalam webinar 'Refleksi Pembangunan Kesehatan dan Arah Ke Depan,' yang diikuti dari YouTube FNM Society di Jakarta, Ahad malam.
Siswanto mengatakan hingga 15 Januari 2022 Eropa dan Amerika Serikat masih mendominasi kasus COVID-19 masing-masing dengan jumlah lebih dari 116 juta kasus dan telah masuk pada gelombang ketiga. Selanjutnya diikuti wilayah Asia Tenggara sekitar 46 juta kasus.
Mantan Kepala Puslibangkes Kemenkes RI itu menyebut pandemi COVID-19 menimbulkan dampak pada intervensi kesehatan masyarakat maupun perorangan, termasuk mempengaruhi sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan serta alat farmasi.
Hasil survei cepat WHO terhadap 135 negara responden melaporkan 94 persen negara responden mengalami gangguan pelayanan kesehatan. "34 persen negara responden mengalami dampak gangguan COVID-19 pada sistem pelayanan kesehatan lebih dari 50 persen," katanya.
Dampak yang paling dirasakan, kata Siswanto, adalah pelayanan kesehatan primer seperti kunjungan rumah, pelayanan lapangan dan lainnya. Kedua, adalah pelayanan rehabilitatif dan valiatif seperti pelayanan di fasilitas kegawatdaruratan.
Ia mengatakan WHO mendorong inisiatif global dalam memperkuat persiapan maupun respons negara dalam mengendalikan pandemi serta menjaga stabilitas pelayanan kesehatan primer maupun sekunder.
"WHO membetuk semacam kelompok kerja yang diketuai Amerika Serikat dan Indonesia termasuk di dalamnya inisiatif merevisi Regulasi Kesehatan Internasional (International Health Regulations/IHR) 2005," katanya.
Dalam pertemuan yang sedang berjalan itu, kata Siswanto, disepakati penguatan arsitektur kesehatan global yang meliputi pelayanan secara digital dan data kesehatan global, mempertahankan kesehatan esensial seperti di Puskesmas.
Kemudian WHO juga mendorong pemerataan akses seluruh negara terhadap vaksin COVID-19 melalui fasilitas COVAX, kerja sama bilateral maupun multilateral.
"Transfer teknologi juga perlu menjadi inisiatif global. Misalnya vaksin terkait pandemi, patennya bisa diberikan agar terjadi pemerataan akses vaksin," katanya.
Hal terakhir yang tak kalah penting adalah pembuatan pedoman dalam penelitian rekayasa genetik supaya penelitian tersebut tidak digunakan sebagai senjata biologi serta meminimalisasi kecelakaan di laboratorium.
Baca juga: Resolusi WHO prioritaskan pemerataan akses obat dan vaksin COVID-19
Baca juga: WHO: Sinopharm, Sinovac jadi bagian penting dari inisiatif COVAX
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Suharto
Copyright © ANTARA 2022