Karena, kata dia, SKB empat menteri itu mengakomodasi seluruh skenario aktivitas pendidikan saat pandemi, baik skenario yang terburuk maupun skenario ketika pandemi sudah melandai.
"Orang banyak mengira SKB empat menteri itu timing-nya tidak pas dengan adanya Omicron, padahal ini sudah mengakomodasi situasi COVID-19 dengan penularan tertinggi maupun rendah," kata Nadiem di Bandung, Jawa Barat, Senin.
Baca juga: Penguatan 3T sampai telemedicine jadi langkah hadapi Omicron
Adapun kini menurutnya sekolah yang bisa menggelar PTM dengan kapasitas 100 persen itu hanya di daerah dengan status PPKM level satu atau dua.
Sehingga menurutnya level PPKM itu pun berpengaruh terhadap aturan PTM. Jika penyebaran COVID-19 mulai kembali mengkhawatirkan di suatu daerah, menurutnya PTM di daerah itu pun dapat kembali dihentikan.
"Jadi tergantung levelnya di mana ya," kata Nadiem.
"Karena kalau kemarin sudah nol kasusnya, masak anak-anak nggak boleh 100 persen offline, itu nggak masuk akal, makanya kita revisi SKB empat menteri untuk menormalisasi," tambahnya.
Dengan berbagai poin antisipasi dalam berbagai skenario tersebut, menurutnya SKB empat menteri itu merupakan aturan yang permanen untuk diterapkan oleh sektor pendidikan pada masa pandemi.
"Itu sudah mengatur semua skenario, dari yang terburuk sampai skenario paling baik, jadi ini SKB permanen," katanya.
Baca juga: Menko PMK: Omicron pengaruhi peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia
Baca juga: Satgas pertimbangkan pemisahan data Omicron PPLN dan komunitas
Baca juga: Reisa: Aturan pembatasan untuk 14 negara tak efektif lagi dijalankan
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022