Modus baru jerat calon pekerja migran

20 Januari 2022 19:06 WIB
Modus baru jerat calon pekerja migran
Sejumlah korban pengiriman PMI secara ilegal yang diselamatkan Polda Kepri menunggu pemberangkatan ke "shelter" BP2MI. (ANTARA/ Naim)
Sebuah iklan di media sosial menarik perhatian SR (53), warga Malang Jawa Timur. Sebuah lowongan pekerjaan di Malaysia dengan gaji fantastis.

Ia yang kala itu memang tengah gundah karena masalah keluarga seakan mendapatkan harapan. Mengadu nasib di negeri orang menjadi pilihan.

"Saya minggat dari rumah karena berantem sama suami, ya sudah," kata SR yang ditemui di Markas Polair Polda Kepri, Kamis.

Dalam bayangannya kala itu, ia dapat pergi ke Malaysia, bekerja di sana mencari rezeki untuk tabungan di hari tua.

Pemasang iklan menjanjikan gaji Rp5 juta hingga Rp6 juta per bulan. Sebuah angka fantastis di tengah pandemi COVID-19 yang mencekik.

SR hanya diminta mempersiapkan diri untuk berangkat. Pemasang iklan tidak memungut biaya untuk pengiriman hingga Malaysia, ongkos pesawat ke Batam telah dilunasi.

Justru sebaliknya, ia dibekali Rp3 juta sebelum berangkat.

"Kami enggak bayar, kami malah dikasih uang. Dikasih Rp3 juta, tapi kami enggak tahu orangnya," kata dia.

Maka begitulah, SR berangkat ke Batam. Di atas pesawat ia menjumpai kawan-kawan senasib yang hendak memperbaiki kehidupan di Malaysia.

"Waktu itu enggak kenal. Sewaktu sudah di sini baru kenal," kata perempuan berkaca mata itu.

Sesampai di Batam, dirinya mulai kebingungan, karena dipindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Nyaris tidak ada tempat bertanya mengenai kapan berangkat, dan bagaimana cara menuju Malaysia.

Tidak hanya di Batam, dirinya bersama calon pekerja migran Indonesia (PMI) lainnya dipindahkan ke pulau penyangga di Kabupaten Karimun, yang berjarak sekitar dua jam dari Malaysia.

Di sebuah rumah di Pulau Juda, Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun, dirinya sempat dipingit selama empat hari. Sebelum akhirnya aparat kepolisian menggerebek tempat itu.

Baca juga: Polda Kepri ungkap pengiriman PMI ilegal melalui pulau-pulau penyangga

Jerat
Pada masa pandemi dengan ekonomi mencekik seperti saat ini, tawaran bekerja dengan gaji sekitar Rp5 juta memang menggiurkan. Apalagi, ada uang muka yang dibayarkan sebelum PMI terbang ke tanah peraduan.

Modus menjerat PMI ilegal ini berbeda dengan cerita-cerita sebelumnya. Kalau dulu, calon pekerja harus membayar uang jutaan rupiah untuk dapat diberangkatkan ke Malaysia. Kali ini sebaliknya, semua gratis, bahkan diberikan saku Rp3 juta.

Tidak heran apabila banyak yang terperangkap buaian indah ini, namun yang namanya jerat, pada akhirnya akan berat.

Selain diberangkatkan ilegal melalui pelabuhan tikus berlayar dengan kapal kecil, penyalur juga mengambil gaji mereka selama empat bulan pertama.

"Bukan dipotong, tapi enggak dapat," kata calon PMI ilegal lainnya, N (43) warga Banyuwangi Jawa Timur menceritakan perjanjian dengan penyalur.

Tapi bagi dia, itu tidak menjadi masalah. Karena gaji 1.300 ringgit pada bulan-bulan berikutnya dinilai sudah cukup membayar semua jerih payah.

Sedih sekali membayangkan perempuan-perempuan tangguh ini rela bekerja selama empat bulan tidak dibayar. Apalagi ketika berlayar ke Malaysia mereka harus berdesakan di kapal kecil yang tidak layak di tengah gelombang laut tinggi pada Bulan Januari.

Sungguh, kepedihan yang terasa. Dua pengalaman mengiris hati saat kapal pembawa PMI ilegal tenggelam dan menyebabkan korban jiwa masih segar dalam ingatan.

Untungnya, aparat kepolisian mengendus kejahatan itu, menggerebek penampungan di Pulau Juda. Polda Kepri berhasil mengungkap jaringan pengiriman PMI ilegal, dengan mengamankan total 22 orang calon PMI dan menangkap dua orang tersangka.

Beriringan dengan pengungkapan kasus itu, BP2MI memulangkan seluruh korban ke daerah asalnya .SR merasa lega. Sedang N masih penasaran untuk mengadu nasib di Malaysia.

"Kalau jalur legal, saya masih mau," kata dia.

Baca juga: Polres Karimun gagalkan penyelundupan 7 pekerja ilegal ke Malaysia
 
Kasubditgakkum Ditpolairud Polda Kepri AKBP Nanang Indra Bakti mengungkap kasus pengiriman PMI ilegal di Batam, Kamis (20/1). (ANTARA/ Naim),
Penutupan perbatasan
Kepala UPT BP2MI Kepri Mangiring Sinaga menyatakan pihaknya akan melakukan pembinaan dan penggalian informasi untuk mengetahui alasan warga nekad berangkat ke Malaysia melalui jalur ilegal.

Penggalian informasi itu dilakukan untuk dijadikan pertimbangan dalam membuat regulasi berikutnya.

Menurut dia, alasan utama warga memutuskan berangkat ke Malaysia melalui jalur ilegal karena masih belum dibukanya penempatan PMI di Negara Jiran.

"Sampai hari ini Malaysia belum dibuka untuk penempatan PMI, maka mereka menempuh perjalanan lewat pintu belakang," kata dia.

Selain itu, terdapat juga warga yang memutuskan berangkat secara ilegal karena statusnya telah didaftarhitamkan oleh Otoritas Malaysia sehingga tidak bisa masuk secara legal.

Ia membantah sulitnya prosedur pengiriman PMI secara resmi yang membuat warga berbondong-bondong masuk Malaysia dengan cara yang salah.

Namun, ia mengakui informasi pemberangkatan PMI legal masih minim. Warga lebih mempercayai iming-iming calo ketimbang informasi resmi pemerintah.

Sementara itu, Polda Kepri berkomitmen untuk menindak pengiriman PMI ilegal hingga ke akarnya, perekrut di daerah asal.

Dalam kasus pengiriman PMI ilegal melalui Karimun yang melibatkan korban SR dan N, Kasubditgakkum Ditpolairud Polda Kepri AKBP Nanang Indra Bakti menyatakan telah menetapkan dua tersangka, pemilik rumah penampungan PMI.

"Ini merupakan sebuah keberhasilan dan keseriusan dari Polda Kepri melalui Ditpolairud Polda Kepri dalam mengungkap jaringan pengiriman PMI ilegal," kata dia.

Ia berharap tidak ada lagi warga yang berangkat ke Malaysia melalui jalur ilegal, agar tidak menjadi korban berikutnya.

Baca juga: TNI AL gagalkan upaya pengiriman 52 PMI ilegal

Pewarta: Yuniati Jannatun Naim
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022