Untuk menggapai tujuan itu, Sony memiliki dua mobil purwarupa bernama "Vision" yang dikerjakan di Austria bersama pabrikan suku cadang Magna International. Perusahaan lain yang terlibat dalam proyek itu antara lain Bosch, Valeo SE dan AImotive.
Kendati demikian, Sony menyadari bahwa mereka masih memerlukan mitra baru untuk mengelola pabrik dan suku cadang. Kolaborasi itu diperlukan karena pengembangan mobil listrik memerlukan biaya yang sangat besar.
Baca juga: Penjualan mobil listrik-hybrid 2021, Kona dan Corolla Cross terlaris
Sebagai gambaran, Tesla menghabiskan milyaran dolar AS untuk memproduksi mobil listrik. Hal tersebut juga terjadi pada pabrikan otomotif lainnya yang mengembangkan mobil listrik, antara lain Toyota, General Motors dan Volkswagen.
"Kami melihat risiko mengabaikan EV lebih besar daripada tantangan yang ditimbulkannya," kata Izumi Kawanishi, manajer senior yang akan mengelola bisnis baru Sony Mobility, dalam sebuah wawancara dilansir Reuters, Sabtu.
Ketika ditanya apakah Sony membuka peluang kolaborasi dengan perusahaan China, Kawanishi menjawab bahwa mereka akan memilih mitra baru berdasarkan kesamaan tujuan.
Ia juga menekankan agar Sony tidak terlalu lama mencari mitra agar tidak tertinggal dari perusahaan lain.
"Kami memahami bahwa kecepatan itu penting dalam hal pengambilan keputusan," kata Kawanishi yang sudah berkecimpung sebagai software engineer sejak 1986.
Baca juga: Kolaborasi Hyundai dengan IonQ ciptakan baterai yang efisien
Baca juga: Kuasai segmen BEV Indonesia, Hyundai siapkan IONIQ 5
Baca juga: Eleksa luncurkan CityBug EV seharga Rp214 juta
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022