Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Askolani mengatakan pertumbuhan penerimaan Bea dan Cukai pada 2021 didorong oleh penerimaan bea ekspor dan impor serta Cukai Hasil Tembakau (CHT).Dari sisi bea masuk kami mengalami kenaikan hingga mendekati Rp40 triliun di 2021 terutama didorong oleh kenaikan volume impor
Pada 2021 penerimaan Bea dan Cukai pun tercatat mencapai 125,13 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 sebesar Rp214,96 triliun.
"Dari sisi bea masuk kami mengalami kenaikan hingga mendekati Rp40 triliun di 2021 terutama didorong oleh kenaikan volume impor," kata Askolani dalam RDP dengan Komisi XI DPR RI yang dipantau di Jakarta, Senin.
Adapun bea masuk pada 2021 tercatat tumbuh 19,87 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp268,98 triliun. Menurut Askolani kenaikan nilai dan volume impor sepanjang 2021 mengindikasikan perekonomian nasional telah kembali bergeliat setelah terdampak pandemi COVID-19 pada 2020.
"Kami juga bisa membuktikan ini di lapangan. Di banyak kawasan, di Jawa Barat, Banten, Manado, dan Sumatera Utara, sudah konfirmasi, dari banyak aktivitas itu memang mereka ada optimisme di 2021," kata Askolani.
Optimisme tersebut didorong oleh vaksinasi COVID-19 yang telah dilakukan oleh hampir seluruh pegawai perusahaan dan pemerintahan. Pada 2021 perusahaan pun mulai kembali mempekerjakan karyawan yang dibagi ke dalam tiga shift agar tetap terdapat jarak antar manusia.
Selain bea masuk, pertumbuhan penerimaan Bea dan Cukai juga didorong oleh bea keluar yang tumbuh hingga 708,21 persen. Bea keluar pada 2021 tercatat mencapai Rp34,57 triliun atau 1,93 ribu persen dari target APBN 2021.
Sepanjang 2021 penerimaan cukai juga tumbuh 10,89 persen menjadi Rp195,52 triliun yang didorong oleh penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) senilai Rp188,81 triliun. Penerimaan CHT di 2021 itu tumbuh 10,91 persen dibandingkan tahun 2020.
"Ada tendensi jumlah produksi rokok di 2021 turun dibandingkan 2020. Namun karena ada kebijakan kenaikan tarif, penerimaan CHT tetap meningkat," ujarnya.
Menurutnya jumlah tenaga kerja industri rokok dan luasan lahan tembakau serta cengkih tidak banyak berubah, meskipun produksi rokok berkurang. Ke depan, pemerintah akan terus melakukan pengawasan dan penindakan terhadap barang-barang termasuk rokok ilegal.
Hal ini terutama untuk menghentikan penyelewengan berupa ketidaksesuaian pemberian peta cukai pada perusahaan ataupun pada jenis rokok, sehingga cukai yang dibayarkan menjadi lebih kecil. Biasanya penyelewengan ini dilakukan baik untuk rokok yang diproduksi di dalam negeri maupun rokok impor.
"Kita konsisten tidak hanya mencetak pita cukai dan mendistribusikannya, tapi juga mengkombinasikannya dengan pengawasan," ucap Askolani.
Baca juga: Realisasi pendapatan negara Rp2.003,1 triliun, tembus target APBN 2021
Baca juga: Indef: Kenaikan CHT berpotensi tambah penerimaan negara
Baca juga: Pemerintah naikkan tarif cukai hasil tembakau rata-rata 12 persen
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022