"Untuk 2022 saya yakin masih melanjutkan 2021 di mana 2021 lebih baik dari 2020 dan kita meyakini 2022 economic growth juga lebih tinggi dibandingkan 2021, berarti outlook di perbankan juga sangat optimistis. Untuk pertumbuhan dari sisi kredit, DPK, juga dari sisi transaksi, itu kita sangat meyakini 2022 pasti lebih optimistis," kata Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri Panji Irawan saat jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Bank Mandiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 akan jauh membaik mencapai 5,17 persen. Angka tersebut lebih baik jika dibandingkan prediksi pertumbuhan pada 2021 sebesar 3,69 persen.
Sementara itu, OJK memproyeksikan pada 2022 akan lebih baik dengan kredit perbankan akan meningkat pada kisaran 7,5 persen plus minus 1 persen dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh di rentang 10 persen plus minus 1 persen.
Baca juga: Ketua OJK: Kinerja berbagai indikator sektor jasa keuangan meningkat
Kendati demikian, lanjut Panji, dari eksternal memang ada tantangan yaitu otoritas moneter di seluruh dunia yang kemungkinan akan melakukan penyesuaian terhadap kebijakan moneternya.
"Kalau di 2020 dan 2021 quantitative easing, lalu 2022 terjadi adjustment, apakah Indonesia juga akan melakukan? Clue-nya apabila masih ada postive real interest rate, maka menurut saya itu salah satu yang buat divergent dalam kebijakan bank sentral," ujar Panji.
Panji menyampaikan, ada bank sentral yang mungkin negaranya sudah memiliki suku bunga negatif lalu kemudian melakukan peningkatan suku bunga. Namun, di sisi lain ada negara yang masih melakukan penurunan suku bunga.
Baca juga: BSI yakini 2021 kinerja perbankan syariah lebih baik dari konvensional
"Ini kita lihat pasti ada reason di belakangnya, ada kondisi-kondisi yang digunakan sebagai konsideran dalam pengambilan keputusan," kata Panji.
Di sisi lain, level inflasi Indonesia sepanjang 2021 lalu mencapai 1,87 persen (yoy), termasuk level inflasi yang rendah dalam histori Indonesia. Bank Indonesia selaku otoritas moneter juga sudah melakukan penyesuaian dari sisi Giro Wajib Minimum (GWM).
"Dari sisi GWM digunakan secara bertahap oleh BI pada bulan Maret dari 3,5 persen jadi 5 persen, lalu Juni dan September. Ini semua sudah diantisipasi oleh perbankan karena sebetulnya ini mengembalikan dari quantitative easing yang sebagian mungkin dikamarkan dalam bentuk instrumen likuid di dalam papers-papers maupun penempatan di BI. Ini kembali ke bank sentral," ujar Panji.
Panji memprediksi penyesuaian kebijakan moneter oleh bank sentral global tidak akan terlalu berpengaruh terhadap kebijakan moneter di dalam negeri.
"Tapi secara bertahap iya dan kita lihat ada harapan besar lainnya di mana rezim suku bunga sekarang ini akan sangat bagus untuk momentum pertumbuhan. Saya yakin dari sisi otoritas moneter juga sudah melihatnya, oleh karena itu penyesuaian dilakukan dari sisi GWM. Jadi kalau melihat itu inline dengan market," kata Panji.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022