• Beranda
  • Berita
  • Trauma masa lampau pengaruhi pola asuh pada anak

Trauma masa lampau pengaruhi pola asuh pada anak

26 Januari 2022 12:03 WIB
Trauma masa lampau pengaruhi pola asuh pada anak
Ilustrasi pola asuh (ANTARA/Shutterstock/Monkey Business Images)
Pola pengasuhan pada anak dipengaruhi oleh berbagai faktor kehidupan, salah satunya adalah hubungan suami istri di masa lampau, bahkan ketika mereka masa kecil.

Psikolog dan konselor pernikahan Dr. Adriana Soekandar Ginanjar, M.Sc., mengatakan belum semua orangtua menerapkan pola asuh yang cukup baik untuk tumbuh kembang si kecil di rumah, di antaranya seperti pola asuh dengan kekerasan, baik itu secara verbal maupun non verbal serta banyak terjadi konflik antar orangtua di depan anak.

Baca juga: Penerapan mindful parenting ubah kebiasaan makan anak yang salah

"Seringkali hal ini tidak disadari dapat menimbulkan kecemasan dan trauma yang terdalam bagi sang anak," ujar Dr. Adriana sebagaimana dikutip siaran resmi Tentang Anak pada Rabu.

Dr. Adriana menjelaskan terdapat beberapa jenis trauma yang dialami oleh manusia, khususnya ketika berumah tangga. Trauma-trauma ini harus dikenali lebih awal agar kedepannya orangtua dapat memproses trauma menjadi bentuk emosi yang baik.

"Ketika dapat memproses emosi, tentunya akan membawa dampak yang lebih baik ke sekitar atau keluarga terdekat," kata Dr. Adriana.

Setidaknya terdapat tiga jenis trauma dalam berumah tangga yakni trauma akut, trauma kronis dan trauma kompleks.

Trauma akut terjadi satu kali tetapi secara intens. Seperti adanya perceraian, bencana alam, pelecehan seksual yang terjadi di masa lampau atau masa kecil.

Trauma kronis terjadi berulang kali dalam jangka waktu yang panjang seperti mendapatkan kekerasan dari orangtua atau orang sekitar, perundungan, melihat kekerasan dan konflik orangtua.

Baca juga: Mengenal pola asuh "mindful parenting"

Sementara trauma kompleks merupakan kejadian yang beragam terdiri dari kejadian traumatis yang berbeda-beda.

Jika tidak diperbaiki, trauma di masa lampau ini dapat terus menghantui kehidupan sehari-hari para orangtua bahkan dapat berdampak pada pola asuh ke anak saat ini.

"Tentu kita sebagai orangtua tidak menginginkan hal yang sama atau hal yang buruk terjadi turun temurun ke anak kita," ujar Dr. Adriana.

Selain itu, terdapat beberapa faktor lain yang juga mampu melatarbelakangi anak rentan terkena trauma dalam kehidupan, seperti sifat anak yang terlalu tertutup, orangtua yang tidak memahami anak, dan orangtua yang seringkali merasa paling tahu atau paling benar.

Yang dapat dilakukan oleh orangtua agar anak terhindar dari trauma rumah tangga adalah dengan cara mengenal anak lebih baik, terbuka dengan anak agar dapat berkomunikasi dengan orangtua, menghormati anak dengan menghargai keputusan serta tidak menuntut terlalu sering.

Ajarkan juga anak untuk bisa bersuara dan berpendapat di setiap kondisi mulai dari hal-hal kecil yang ditemukan di keseharian. Orangtua juga harus bertindak sebagai detektif atau terus mencari tahu apa yang sebenarnya dibutuhkan anak.

"Mindful parenting untuk mencerna dan mempelajari emosinya agar dapat membuahkan perilaku yang baik juga kepada keluarga," kata Dr. Adriana.

Sementara itu, dr. Mesty Ariotedjo, Sp.A, dokter spesialis anak yang juga pendiri dari Tentang Anak mengatakan penting bagi orangtua untuk dapat mengenali dirinya sendiri dan pasangan terlebih dahulu sebelum membantu kebutuhan anak.

"Tidak ada salahnya berkonsultasi dengan ahli agar bisa mendapatkan masukan untuk setiap permasalahan yang ditemukan," ujar Dr. Mesty.


Baca juga: Siasat ciptakan rutinitas belajar nyaman untuk anak

Baca juga: Mengenal "husband stitch" yang dialami ibu pasca persalinan

Baca juga: Sandra Dewi sebut pentingnya tabir surya bagi anak-anak

 

Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022