Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) rma Suryani Chaniago mengatakan pilihan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas lebih sesuai untuk keadaan saat ini.
“Saya kira karena kasus varian omicron ini semakin meningkat, maka PTM 100 persen ini ditunda sampai dengan kondisi membaik. Kalaupun ada PTM, maka PTM terbatas lebih sesuai dengan kondisi saat ini,” ujar Irma saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Dengan PTM terbatas, lanjut dia, kapasitas siswa di kelas hanya 50 persen dan ada jarak antarsiswa. Tidak seperti PTM 100 persen, yang meskipun menggunakan masker dan menerapkan protokol kesehatan, tapi tidak ada jarak fisik antara siswa satu dengan lainnya.
“PTM terbatas dilakukan, misalnya Senin sebanyak 50 persen siswa yang masuk, kemudian pada Selasa yang masuk 50 persen lainnya. Begitu terus bergiliran,” ujar dia.
Dia menambahkan jika PTM 100 persen, maka tidak ada jarak fisik, sedangkan di sisi lain guru tidak mungkin dapat sepenuhnya memantau siswa selama di sekolah. Selain itu, belum semua siswa taat pada protokol kesehatan.
“Saat ini, pilihan yang tepat adalah PTM terbatas dahulu sampai kondisi benar-benar terkendali dengan baik oleh pemerintah. Begitu juga dengan vaksin penguat juga sudah didistribusikan dengan baik. Jika anak kena COVID-19, maka ibu dan bapaknya juga akan kena,” kata legislator dari Fraksi Nasdem itu.
Pihaknya mendorong meskipun tingkat kematian akibat varian baru itu lebih kecil, namun perlu kehati-hatian dalam menghadapi varian baru tersebut. Irma menambahkan pemerintah juga perlu berhati-hati dalam mengizinkan PTM 100 persen, mengingat semakin bertambahnya kasus akibat varian omicron itu.
Selain itu, pembatasan yang dilakukan daerah juga tidak seketat sebelumnya. Dia menilai para orang tua juga khawatir jika PTM 100 persen terus diterapkan.
“Sebagai orang tua, kami inginnya PTM terbatas, bukan PTM 100 persen seperti saat ini, agar ada jarak sosial. Mendikbudristek harus lebih bijak dalam menilai ini dan jangan sampai mengorbankan keselamatan dan kesehatan siswa dan warga sekolah lainnya. Karena jika anak-anak positif COVID-19, maka yang tertular bisa satu rumah. Kalau orang dewasa sakit, merasa tubuhnya kurang enak bisa langsung waspada. Akan tetapi kalau anak-anak tidak, begitu jatuh sakit baru kemudian ngomong ke orang tuanya,” kata Irma.
Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022