"Kami bersiap melakukan pengelolaan lahan untuk memproduksi benih hibrida," kata Sugianto di Palangka Raya, Sabtu.
Saat ini Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan (TPHP) bersama Balai Litbang telah melakukan peninjauan ke lapangan untuk memastikan kondisi lahan yang akan digunakan dalam kegiatan produksi benih.
Sugianto menjelaskan, gagasan memproduksi dan menyediakan benih hibrida ini dilatarbelakangi kondisi di lapangan, baik dari ketertarikan hingga kebutuhan petani terhadap benih hibrida.
Kepala Dinas TPHP Kalteng Riza Rahmadi menambahkan, selama ini ketersediaan varietas unggul hibrida terbatas, pihaknya berupaya mengatasi kendala teknis tersebut dengan melakukan penyediaan.
"Kegiatan produksi benih hibrida ini pada lahan seluas 10 hektare, yang nantinya diharapkan hasil benihnya bisa diperuntukan kepada 750 hingga 1.000 hektare lahan," terangnya.
Kegiatan yang dibiayai APBD Provinsi Kalteng ini rencananya akan dilaksanakan di lahan yang berada di wilayah Kabupaten Kapuas dan dalam pengembangannya juga akan melibatkan para petani, sehingga diharapkan ada transfer ilmu dan penerapan teknologi.
Para petani dapat belajar menciptakan varietas hibrida, sehingga tidak lagi tergantung pada perusahaan penyedia benih ke depannya.
"Hal ini juga sebagai upaya Pemprov Kalteng meningkatkan hasil produktivitas petani di lapangan, sehingga akan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan mereka," ungkapnya.
Sementara itu peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalteng Susilawati menjabarkan, untuk kawasan food estate yakni Kapuas dan Pulang Pisau, sudah ada dua kelompok benih yang dikembangkan yakni hibrida dan inbrida.
Inbrida sudah banyak mendapatkan bantuan massal dari pemerintah pusat, sedangkan hibrida, petani bergantung pada perusahaan penyedia untuk membelinya dengan harga yang relatif mahal.
"Artinya kalau benih inbrida seharga Rp7.000, maka hibrida bisa mencapai Rp110 ribu per kilogram," katanya.
Susi menuturkan, dari sisi produksi apabila dikawal dengan baik, benih hibrida akan mampu memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan inbrida.
Dari situlah pemerintah daerah melihat, dimulai dari para petani yang mulai tertarik dengan benih hibrida namun terkendala harga yang tinggi, maka pemerintah daerah berupaya menekan harga dengan mencoba memproduksi benih hibrida. Ini sebagai tahap awal yang baru dilakukan.
Untuk itu pemilihan lokasi dan hal lainnya dilakukan dengan sangat hati-hati, sehingga nantinya memberikan hasil sesuai harapan bersama.
"Pengamanan, hingga bagaimana teknisnya, akan benar-benar terkontrol dan kegiatan dibiayai APBD ini akan dikawal penuh, baik TPHP, litbang, penyuluh dan semua terlibat," tambahnya.
Diharapkan Kalteng mampu memproduksi benih hibrida, maka kebutuhan benih per hektare akan lebih efisien dibanding inbrida. Jika inbrida sekitar 25-40 kilogram per hektare, maka hibrida hanya sekitar 10-15 kilogram per hektare.
"Ini kita target saja, 1 ton per hektare maka jika 10 hektare akan diperoleh 10 ton, itu bisa diimplementasikan untuk luas pertanaman antara 750-1.000 hektare, itu yang kita harapkan," jelasnya.
Pewarta: Muhammad Arif Hidayat
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022