Jangan panik hadapi gelombang ketiga pandemi

29 Januari 2022 14:27 WIB
Jangan panik hadapi gelombang ketiga pandemi
ilustrasi vairan Omicron (ANTARA/Andi Firdaus)
Sejak diumumkan temuan lima pasien varian omicron yang pertama pada 16 Desember 2021 hingga menjelang akhir Januari 2022, kasus varian baru COVID-19 di Indonesia terus melonjak, setelah sempat melandai pascagelombang kedua pada Juni-Juli 2021.

Tercatat hingga Rabu (26/1) jumlah penderita varian omicron di Indonesia mencapai 1.988 pasien, sementara jumlah kasus harian nasional COVID-19 mencapai 9.905 kasus hingga Jumat (28/1).

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin memperkirakan jumlah kasus akan terus meningkat, bahkan mencapai puncaknya pada Februari hingga awal Maret 2022, tentunya dengan penyumbang terbesar varian omicron.

DKI Jakarta menjadi penyumbang tambahan kasus harian terkonfirmasi positif COVID-19 terbanyak, mencapai 4.558 orang hingga Jumat (28/1) pukul 12.00 WIB. Fakta itu sangat wajar karena Jakarta sebagai pusat bisnis dan politik dengan mobilitas warga yang begitu tinggi, sehingga memungkinkan virus cepat menyebar.

Terlebih lagi, varian omicron, berdasarkan data para ahli, memiliki tingkat penularan yang sangat cepat hingga lima kali lipat dari varian-varian sebelumnya.

Bukan hanya di Indonesia, sejumlah negara juga mencatatkan kenaikan kasus positif yang signifikan karena omicron.

Menurut Juru Bicara Nasional Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito, setidaknya sudah 150 negara yang memiliki kasus omicron dengan lebih dari 500.000 kasus terdeteksi.

Tercatat enam negara masuk ke dalam 10 besar negara terbanyak kasus positif, berkisar antara 3.000-160.000 kasus, yaitu Italia mengalami peningkatan kasus 122 kali lipat menjadi 1,3 juta kasus per pekan.

Disusul Australia dengan kenaikan kasus 62 kali lipat menjadi 760.000 kasus per minggu, Prancis naik 43 kali lipat menjadi 2.000.000 kasus per minggu, Kanada naik 18 kali lipat menjadi 320.000 kasus per minggu, Amerika Serikat naik 11 kali lipat menjadi 5,6 juta per minggu dan Inggris naik dua kali lipat menjadi 700.000 kasus per pekan.

Peningkatan kasus yang signifikan tersebut diharapkan tidak menimbulkan kepanikan masyarakat, karena pemerintah sudah menyiapkan berbagai strategi penanganan serta berkaca dari pengalaman menghadapi gelombang satu dan dua pandemi COVID-19.


Gejala

Pernyataan Menkes Budi Gunadi agar masyarakat tidak panik tentunya beralasan. Meski kasus meningkat, namun dari kasus-kasus positif yang tercatat dan dirawat di rumah sakit menunjukkan gejala yang ringan.

Menurut Direktur Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof DR Sulianti Saroso Jakarta Mohammad Syahril, yang harus dipahami tentang varian omicron adalah penularannya yang sangat cepat, bergejala ringan, namun dapat menghindari antibodi yang terbentuk.

Syahril mengatakan gejala varian omicron sebenarnya hampir sama dengan gejala varian-varian sebelumnya, yaitu adanya demam, batuk dan gatal di tenggorokan, terutama pada derajat ringan hingga sedang.

Menurut Syahril, tidak ada gejala khas dan khusus yang berbeda dengan varian delta maupun varian lainnya.

Sementara pada derajat sedang, berat hingga kritis, tergantung pada tingkat keparahannya. Contohnya jika pada derajat berat mengalami sesak nafas dan adanya gangguan pada sistem pencernaan.

Namun pada intinya penyakit ini menyerang pernafasan, sehingga jika mengalami sesak perlu bantuan oksigen High Flow Nasal Cannula (HFNC) yang bertekanan sangat tinggi, bahkan pasien perlu ventilator jika sangat kritis.

Dokter Paru pada Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan Erlina Burhan mengatakan gejala-gejala umum yang ditemui pada pasien yang dirawat di rumah sakit kawasan Jakarta Timur tersebut paling banyak adalah batuk dan nyeri tenggorokan.

Erlina mengatakan batuk dan nyeri atau gatal tenggorokan merupakan gejala khas varian omicron, berbeda dengan delta yang gejalanya sebagian besar pasien mengalami demam.

Dari pasien yang dirawat hanya sekitar 18 hingga 20 persen yang mengalami demam, sementara saat varian delta hampir 90 persen bergejala demam. Para pasien yang diketahui omicron dan kemungkinan juga terpapar varian baru tersebut tidak ada yang mengalami sesak nafas atau membutuhkan ventilator.

Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada kerusakan pada paru-paru. Berdasarkan data diketahui bahwa omicron berkembang pada saluran nafas atas.

Jadi, menurut  Elina, gejalanya hanya ringan-ringan saja, kalau masyarakat mengetahui ada yang batuk, nyeri tenggorokan atau tenggorokan gatal untuk kondisi omicron saat ini, kita curiga bahwa itu adalah omicron. Jangan tunggu demam, apalagi ada riwayat kontak dengan pasien, maka segera memeriksakan diri.


Strategi pemerintah

Sebagai langkah mencegah penyebaran dan peningkatan kasus COVID-19, protokol kesehatan masih menjadi strategi utama yang terus digaungkan pemerintah, yaitu dengan 5M, yakni memakai masker, mencuci tangan, menjauhi kerumunan, menjaga jarak dan mengurangi mobilitas.

Menkes Budi juga mengungkapkan protokol kesehatan paling penting dijalankan dan tidak perlu panik menghadapi kasus yang meningkat.

Selain itu, pemerintah terus melakukan percepatan vaksinasi, termasuk vaksin penguat, terutama di DKI Jakarta.

Dalam diskusi bersama media terkait strategi pemerintah menghadapi gelombang ketiga pada Kamis (27/1) malam yang dilakukan secara daring, Menkes mengaku bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sedang lakukan percepatan vaksinasi di Jakarta dan meminta beberapa kalangan swasta supaya bisa membantu membuat sentra vaksinasi. Pihaknya akan mempercepat vaksinasi penguat, terutama di Jakarta, karena wilayah perangnya yang akan kena duluan.

Data Satgas COVID-19 pada Jumat (28/1), jumlah warga yang telah menerima dosis vaksin secara lengkap mencapai 127,16 juta jiwa dengan rincian 183.677.032 jiwa divaksin dosis pertama dan 127.164.526 orang dosis kedua serta 1.382.282 orang yang sudah divaksinasi penguat.

Pemerintah juga menggandeng 17 platform telemedicine yang mempermudah menyediakan jasa konsultasi dan pengiriman obat yang ditujukan bagi para pasien COVID-19 secara gratis.

Untuk mendistribusikan obat ke rumah warga yang sakit, pemerintah juga menggandeng perusahaan jasa pengiriman yang juga gratis.

Masyarakat juga tidak perlu panik jika kasus meningkat dan membutuhkan perawatan di rumah sakit, karena karena secara nasional kapasitas terpasang sebanyak 70.000 tempat tidur isolasi dan kapasitas maksimal hingga 130 ribu tempat tidur.

Sementara saat ini yang terisi sebanyak 7.688 tempat tidur, sehingga Menkes memperkirakan saat ini baru sekitar 7-8 persen keterisian tempat tidur (BOR) di rumah sakit, sedangkan di DKI Jakarta, kapasitas maksimal rumah sakit bisa sampai 11.500 tempat tidur, dengan kapasitas terpasang saat ini 3.900 tempat tidur.

Berdasarkan data yang dirawat di rumah sakit kebanyakan merupakan orang lanjut usia (lansia) dan yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid sehingga besar harapan gelombang ketiga tidak seperti sebelumnya dan dapat ditangani dengan baik.

Karena itu, Budi Gunadi kembali mengingatkan masyarakat agar tidak khawatir meski angkanya tinggi karena memang penularannya cepat, tapi yang penting semuanya terkontrol. Kita tetap waspada dan tetap menaati protokol kesehatan.

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022