• Beranda
  • Berita
  • Urbanisasi Picu Naiknya Kemiskinan Perkotaan di Bali

Urbanisasi Picu Naiknya Kemiskinan Perkotaan di Bali

16 Juli 2011 15:02 WIB
Denpasar (ANTARA News) - Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Provinsi Bali, Putu Astawa mengungkapkan tingginya urbanisasi menjadi salah satu pemicu naiknya jumlah kemiskinan di kawasan perkotaan di daerah ini.

"Kemiskinan yang pada periode sebelumnya identik dialami penduduk desa, namun pada tahun ini lebih tinggi terjadi di kawasan perkotaan," kata Kepala BPMPD Bali Astawa, Sabtu.

Ia mengungkapkan, pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin di Bali yang tinggal di di daerah pesesaan sebanyak 91.310 jiwa sedangkan penduduk miskin di kota 83.620 jiwa.

"Namun, data terakhir yang dihimpun Biro Pusat Statistik (BPS) setempat pada Maret 2011, menunjukkan adanya perbedaan dibandingkan tahun lalu. Penduduk miskin di perkotaan justru lebih besar," tutur Putu Astawa.

Kini, kata dia, penduduk miskin di kawasan perkotaan di Bali berjumlah 92.950 jiwa, sedangkan yang tinggal di desa 73.280 jiwa.

Kondisi ini terjadi, ungkap Astawa, karena tingginya migrasi penduduk ke wilayah perkotaan, baik itu dari Bali sendiri maupun dari berbagai daerah di Indonesiai. "Mereka yang datang ke kota tanpa keterampilan yang memadai, menjadi penambah angka kemiskinan karena akhirnya mereka kesulitan mendapatkan pekerjaan," ujarnya.

Sedangkan di desa, lanjut dia, terjadi peningkatan pendapatan masyarakat yang otomatis meningkatkan daya beli masyarakat desa.

"Umumnya harga barang di desa tidak terlalu mahal, sehingga pendapatan dan pengeluaran menjadi seimbang dan masyarakat menjadi lebih sejahtera. Tingkat inflasi di perdesaan lebih kecil dibandingkan di perkotaan," jelasnya.

Terlebih, kata Astawa, berbagai program pemberdayaan masyarakat miskin yang dilaksanakan Pemprov Bali tak sedikit yang menyasar desa-desa di Bali, seperti program sistem pertanian terintegrasi dan bedah rumah.

Meskipun demikian masih ada orang Bali masuk katagori miskin, menurut Astawa, akibat pola pikir masyarakat yang masih memilih-milih pekerjaan, mementingkan prestise, budaya tidak bersemangat, serta didorong pola konsumtif yang terkadang tidak rasional.

Ia mencontohkan dalam penggunaan telepon genggam pada anak-anak, lebih untuk sekadar gagah-gagahan bukan melihat fungsinya.

"Bagi keluarga yang tergolong miskin, kondisi tersebut akan menjadi beban pengeluaran dan membuat mereka menjadi lebih miskin," ucapnya.(*)
(T.I006/Z003)


Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011