Jakarta (ANTARA News) - Ahli seksologi Dr. Naek L Tobing mengatakan aturan mengenai pornografi di Amerika sangat simpel, namun sangat dipatuhi karena pelanggaran atas aturan itu bisa dihukum berat.
"Majalah porno di Amerika dijual hanya untuk orang dewasa. Anak-anak dilarang membeli. Penjual yang melayani anak-anak membeli majalah porno bisa dipenjara dan didenda sehingga tokonya bisa bangkrut. Saya lihat aturan itu sangat dipatuhi oleh orang Amerika," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Pansus RUU Pornografi dan Pornoaksi di DPR Jakarta, Kamis.
Dalam rapat yang dipimpin Ketua Pansus, Balkan Kaplale dari Fraksi Partai Demokrat itu, Naek mengemukakan undang-undang pornografi harus dapat melindungi kesehatan warga negara, terutama kesehatan anak-anak.
"Diharapkan UU itu dapat mencegah terjadinya eksploitasi seksual pada anak-anak. Tapi kalau terhadap orang dewasa, UU itu tidak perlu memberikan perlindungan, karena orang dewasa sudah dapat memilih mana yang baik dan tidak," katanya.
Naek mengingatkan anggota Pansus untuk berhati-hati menyusun substansi UU. "Kalau ada larangan berciuman di depan umum, itu ciuman yang bagaimana. Ciuman kasih sayang apa juga dilarang? Apa ciuman di leher juga dilarang," katanya.
Menurut dia, pelanggaran seksual di kalangan remaja tidak selamanya karena faktor pornografi. "Di Amerika ada penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak yang nilai akademisnya di bawah enam, punya kecenderungan lebih bebas dalam melakukan hubungan seks," katanya.
Dia juga merujuk pada hasil penelitian di enam kabupaten di Jawa Timur, yang memperlihatkan bahwa di sekolah-sekolah yang mutu akademisnya rendah, kebanyakan para siswanya pernah melakukan hubungan seks sebelum nikah.
"Jadi kalau mau mencegah remaja dari hubungan seks pranikah, mutu pendidikan harus ditingkatkan. Sayangnya pendidikan kita rusak karena profesi guru digaji rendah. Korupsi juga merusak pendidikan," katanya.
Ahli kesehatan seksual Dr Boyke Dian Nugraha juga diundang Pansus untuk memberikan masukannya. Boyke mengatakan UU Pornografi perlu, tapi jangan sampai menghambat kebebasan ekspresi dan harus mempertimbangkan kemajemukan.
Masyarakat Papua yang terbiasa menggunakan koteka tidak bisa dianggap berpakaian porno karena adat mereka demikian, katanya.
"Jadi harus hati-hati dalam menyusun aturan soal pornografi," katanya.
Pansus RUU Pornografi dan Pornoaksi telah mengundang sekitar 50 tokoh dan ahli berbagai bidang untuk memberikan masukan sehingga UU yang dihasilkan akan mencerminkan aspirasi berbagai kelompok masyarakat dan komprehensif. (*)
Copyright © ANTARA 2006