"Seperti yang kita ketahui, teknologi informasi berkembang kian maju, memungkinkan peredarannya semakin meluas. Dampaknya, menciptakan efisiensi terhadap waktu, biaya, ruang, dan lainnya, pada penyelenggaraan kegiatan di pemerintahan, pendidikan, dan layanan masyarakat," kata Josaphat dikutip dari keterangan Digital Transformation Virtual Expo 2022 Wantiknas, Kamis.
Menurutnya, transformasi digital adalah proses menggunakan teknologi digital untuk menciptakan atau memodifikasi proses bisnis dan budaya untuk memenuhi perubahan kebutuhan.
"Transformasi digital mengoordinasikan perencanaan dan penganggaran pembangunan 10 sub major project, yaitu akses dan infrastruktur, layanan pemerintahan, pendidikan, kesehatan, perdagangan, perdesaan, koperasi dan UMKM, digitalisasi bantuan sosial, industri 4.0, literasi digital masyarakat, sumber daya digital Indonesia, dan keamanan siber," kata dia.
Pengaturan mengenai ekosistem digital mencakup berbagai pemangku kepentingan, sistem, dan lingkungan yang saling mendukung. Peraturan tersebut setidaknya meliputi tiga area terkait.
Pertama, infrastruktur digital, dukungan sumber daya dan infrastruktur digital, termasuk di dalamnya tata Kelola data. Kedua, masyarakat, hak dasar, dan tata kelola digital, interaksi teknologi digital antara pemerintah, masyarakat, dan stakeholder lainnya. Ketiga, ekonomi digital, peran teknologi digital dalam meningkatkan peluang dan efisiensi ekonomi.
Josaphat mengajak masyarakat terus optimis bahwa Indonesia berada pada waktu dan situasi yang tepat untuk mempercepat transformasi digital.
"Kolaborasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak swasta, dan masyarakat jadi langkah penting dalam percepatan ini. Terobosan baru harus beriring dengan keseriusan bersaing berbagi bersinergi," kata dia.
Ketua Umum Masyarakat Telematika selaku Anggota Tim Pelaksana Wantiknas Sarwoto Atmosutarno, pun berbicara mengenai capaian dan strategi percepatan pembangunan infrastruktur digital.
"Saat ini, sektor telematika sudah menjadi enabler of livings. Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) atau Pemerintahan Digital mulai bergerak. Menurut catatan, pemerintah telah mengeluarkan dana yang cukup besar, tetapi utilitasnya hanya mencapai 30 persen," kata Sarwoto.
"Kita melihat adanya tantangan bagi e-government terkait keperluan leadership system, mencakup komitmen pimpinan, sarana dan prasarana, dan sumber daya manusia. Masih banyak ruang untuk perbaikan secara menyeluruh sehingga pelaksanaan SPBE akan sukses. Undang-Undang perlu menunjuk National Chief Information Officer (NCIO) dan melebur model integrasi pusdatin-pusdatin di Kementerian atau Lembaga kepada organisasi NCIO SPBE," imbuhnya.
Lebih lanjut, Ketua Umum APJII Muhammad Arif Angga mengatakan, di Indonesia dinilai masih sulit dalam pengembangan konektivitas karena keunikan geografisnya, masih adanya kesenjangan. Saat ini, pengguna internet terbesar di Indonesia, ada di Pulau Jawa sebesar 41,7 persen, diikuti dengan Pulau Sumatera sebesar 16,2 persen.
"Pertumbuhan yang pesat tersebut masih menyisakan berbagai masalah, terutama pemerataan akses yang terkendala hambatan geografis dan sebaran populasi yang tidak mencapai skala ekonomi," kata dia.
Dalam upaya mendorong pemerataan akses broadband di Indonesia, APJII membangun Indonesia Internet Exchange (IIX) Point untuk membantu meningkatkan kualitas dan efisiensi konektivitas internet lokal.
"Kemudahan bertukar lalu lintas antar anggotanya memungkinkan perusahaan jaringan memperpendek jarak tempuh trafik data. Dengan adanya IIX di setiap lokasi, interkoneksi antar pelanggan internet di Indonesia dapat terselenggara secara mudah dan murah sehingga ekonomi digital dapat tumbuh lebih laju," ujar Arif.
Baca juga: Chatib Basri: Sertifikasi elektronik buat aktivitas digital lebih aman
Baca juga: BRI perkuat digitalisasi untuk menjadi "Most Valuable Banking 2025"
Baca juga: Software manajemen berbasis AI jadi tren di 2022
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022