"Gejalanya terbanyak adalah pendarahan, ini yang menyebabkan perempuan datang berobat ke rumah sakit," ujar dokter spesialis kebidanan & kandungan konsultan onkologi ginekologi dari Universitas Indonesia, Dr. dr. Bambang Dwipoyono, BD.Sp.OG, MS, MARS, dalam webinar, Jumat.
Bambang yang berpraktik di RS Pondok Indah - Bintaro Jaya itu mengatakan, perdarahan ini berbeda dengan haid yang memiliki pola waktu teratur setiap bulannya dan berulang.
Baca juga: HOGI: Kanker ovarium pada perempuan masih sulit dideteksi
Sementara jika perdarahan di luar masa haid, bisa akibat sentuhan misalnya saat berhubungan seksual atau muncul dengan sendirinya.
"Jika perdarahannya itu di luar haid, apakah karena sentuh akibat hubungan seksual atau sendiri, kita mesti lihat. Tidak semata-mata melihat bagaimana haid atau perdarahan tadi," kata Bambang.
Para wanita disarankan memperhatikan pola menstruasinya atau dengan mencatat waktunya sehingga bila ada perubahan dalam pola, dia bisa segera berkonsultasi ke dokter atau tenaga kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan.
"Jadi sangat dianjurkan perempuan yang sudah haid memiliki catatan, kalau ada perubahan dalam pola haidnya, dia bisa ke dokter atau tenaga kesehatan untuk diperiksa apakah pendarahan yang disebabkan hal lain," tutur Bambang.
Selain perdarahan, gejala yang umum muncul akibat kanker serviks yakni adanya cairan di vagina yakni keputihan yang banyak, berwarna kemerahan karena tercampur darah dan berbau tidak sedap.
Ada juga keluhan nyeri di panggul, pinggang, tungkai atas dan tulang bila kanker sudah menyebar. Pada kasus lainnya, bila kanker sudah berat dan menyebar ke paru-paru maka bisa menimbulkan sesak napas.
Data memperlihatkan, sekitar 500 juta atau 0,5 persen perempuan di dunia terkena kanker serviks, dengan sebanyak 55-60 persen pasien berakhir dengan meninggal. Kasus terbanyak yakni 80 persen terjadi di negara berkembang seperti Indonesia.
Data Kementerian Kesehatan per 31 Januari 2019 memperlihatkan, kasus kanker serviks mencapai 23,4 persen per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 persen per 100.000 orang.
Bambang mengatakan, data selama 10 tahun juga menunjukkan, perempuan yang terkena kanker berusia muda yakni rerata 40-45 tahun dengan stadium II-III (65 persen).
"Bisa dibayangkan usia 40-45 tahun masih cukup muda, usia yang masih produktif sehingga tentu bisa menimbulkan masalah pada stabilitas dalam keluarga," kata Bambang.
"Perempuan umumnya baru datang ke dokter kandungan saat proses hamil dan melahirkan. Setelah itu biasanya tidak merasa penting bertemu dokter khususnya dokter kandungan karena urusan persalinan sudah selesai. Memang sudah selesai tetapi kita menghadapi suatu kondisi yang harus mendapatkan perhatian," demikian imbuh dia.
Baca juga: Keputihan tidak biasa bisa jadi gejala kanker serviks
Baca juga: Hati-hati, gejala kanker serviks baru muncul setelah stadium lanjut
Baca juga: Kanker serviks tidak miliki gejala awal
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022