• Beranda
  • Berita
  • Komnas Perempuan: Pendakwah perlu pahami isu kekerasan rumah tangga

Komnas Perempuan: Pendakwah perlu pahami isu kekerasan rumah tangga

4 Februari 2022 16:57 WIB
Komnas Perempuan: Pendakwah perlu pahami isu kekerasan rumah tangga
Maria Ulfa Anshor (kpai.go.id)

Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor mengatakan seorang pendakwah harus benar-benar memahami isu terkait kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terlebih dahulu sebelum mengomunikasikannya kepada publik.

“Yang pertama, dia menunjukkan bahwa tidak berempati pada korban KDRT. Karena dia mengatakan biasanya perempuan kalau bercerita suka melebih-lebihkan ini. Itu menurut saya, dia memang tidak berempati dengan korban,” kata Maria saat dihubungi ANTARA melalui telepon di Jakarta, Jumat.

Menanggapi ceramah yang disampaikan Oki Setiana Dewi mengenai kekerasan dalam rumah tangga, Maria menuturkan seorang pendakwah perlu melihat dua sudut pandang bila ingin membicarakan mengenai masalah tersebut.

Pertama, berdasarkan substansi KDRT melalui perspektif Islam, yang dengan tegas mengatakan bahwa kekerasan terhadap seorang istri merupakan tindakan yang dilarang dalam banyak hadits, bahkan Al Quran.

“Ada Al Quran yang dengan sangat clear mengatakan wa'asyiruhunna bil ma'ruf. Bahwa pergaulan atau relasi, gauililah istrimu dengan ma’ruf, itu relasi tidak hanya bergaul dalam arti bersetubuh ya,” kata dia.

Dalam agama Islam, menurut Maria, ditekankan bahwa seluruh interaksi kehidupan selama masa perkawinan haruslah bersifat ma’ruf, baik dan bermartabat. Sehingga saat menyampaikan ceramah mengenai KDRT, ada baiknya pendakwah memahamkan kembali bagaimana kedudukan relasi itu dalam ajaran Islam.

Sementara pada sudut pandang hukum positif, pendakwah harus memahami bahwa negara telah memiliki sebuah Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).

Menurut dia, dalam UU itu jelas disebutkan kekerasan merupakan tindakan terlarang. Kemudian, meskipun seorang istri tidak merelakan suami untuk dihukum, perlakuan itu tetap bisa diadukan kepada kepolisian karena telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang.

Menurutnya melalui kedua sudut pandang itulah, pendakwah bisa membekali dirinya dan menegaskan bahwa kekerasan dalam substansi Islam, merupakan hal yang dilarang dan tidak membenarkan kekerasan dalam rumah tangga disimpan ataupun disembunyikan.

“Laki-laki dan perempuan harus punya perspektif Islam yang rahmat lil alamin. Islam yang ramah kepada segenap umat manusia, termasuk alam semesta. Itu universal sekali dan harus dipahami oleh semua orang Muslim, apalagi bagi seorang penceramah, da’iyah seperti itu,” ujar Maria.

Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan tidak semua kekerasan dalam rumah tangga harus dipendam, tetapi tidak juga baik bila diceritakan kepada semua orang.

“Keluarga dibangun atas saling menyayangi dan mencintai. Jika terjadi KDRT, upayakan untuk diceritakan pada orang yang tepat guna mendapat nasihat dalam menghentikan kekerasan rumah tangga itu,” katanya.

Cholil menuturkan semua masalah dalam keluarga dapat diselesaikan dengan keimanan yang sesuai dengan petunjuk Tuhan Yang Maha Esa. Keluarga dapat membicarakan masalah tersebut melalui asas kekeluargaan.

Tetapi, katanya, apabila masalah tidak bisa diselesaikan secara baik-baik, maka korban dapat melalui jalur hukum, seperti melapor ke pihak yang berwenang atau melakukan perceraian.

“Tapi pilihan jalur aparat hukum ini adalah pilihan terakhir. Itupun jika sudah tak bisa kompromi secara baik-baik. Bismillah, keluarga itu harus banyak belajar karena masalahnya terus terbarukan dan kerumitan dalam keluarga makin bertambah,” ucapnya.

Sebelumnya figur publik sekaligus pendakwah Oki Setiana Dewi menjadi sorotan masyarakat, setelah video dirinya memberikan ceramah mengenai terjadinya kekerasan dalam rumah tangga di Jeddah, Arab Saudi, yang dinilai menyembunyikan kekerasan pada istri dan menimbulkan perdebatan di media sosial.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022