Metode omnibus adalah metode penyusunan peraturan perundang-undangan dengan materi muatan baru atau....
Rapat Pleno Badan Legislasi DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjadi usul inisiatif DPR.
"Apakah draf RUU tentang Perubahan Kedua UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat disetujui untuk dibawa ke tingkat berikutnya," kata Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas dalam Rapat Pleno Baleg DPR di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.
Berdasarkan pandangan tiap fraksi yang disampaikan, kata dia, delapan fraksi menyatakan setuju agar RUU tersebut diproses lebih lanjut dan satu fraksi yang meminta pendalaman yaitu Fraksi PKS.
Dalam rapat pleno tersebut, pimpinan Panitia Kerja (Panja) RUU Perubahan Kedua UU No. 12/2011 Achmad Baidowi menjelaskan bahwa Panja memutuskan dan menetapkan materi muatan RUU yang terdiri atas 15 perubahan.
Pertama, menurut dia, Pasal 1 RUU yaitu memasukkan definisi metode omnibus yang berbunyi: "Metode omnibus adalah metode penyusunan peraturan perundang-undangan dengan materi muatan baru atau menambah materi muatan baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dan/atau mencabut peraturan perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama, dengan menggabungkannya ke dalam satu peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu."
Baca juga: Menkumham tegaskan pemerintah patuhi putusan MK tentang UU Cipta Kerja
Baca juga: Menaker tegaskan penyusunan UU Cipta Kerja libatkan partisipasi publik
Kedua, perubahan atas penjelasan Pasal 5 huruf g RUU; ketiga, perubahan Pasal 9 RUU, dengan menambahkan empat ayat baru yang mengatur mengenai penanganan pengujian terhadap undang-undang di Mahkamah Konstitusi oleh DPR dan Pemerintah, serta penanganan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang di Mahkamah Agung oleh Pemerintah melalui kementerian atau lembaga yang menangani urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan.
"Keempat, perubahan Bab IV RUU dengan menambahkan bagian baru dengan jµdul 'Perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang Menggunakan Metode Omnibus'," ujar Baidowi.
Kelima, menurut dia, penambahan Pasal 42A RUU yang mengatur mengenai penggunaan metode omnibus dalam penyusunan suatu rancangan peraturan perundang-undangan yang harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan.
Keenam, perubahan Pasal 58 RUU yang mengatur mengenai pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah provinsi yang berasal dari DPRD provinsi dan dari gubernur serta peraturan daerah kabupaten/kota yang berasal dari DPRD kabupaten/kota serta peraturan kepala daerah provinsi dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Ketujuh, perubahan Pasal 64 RUU dengan menambahkan ayat baru, yaitu ayat (Ia) yang mengatur mengenai penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus.
Kedelapan, perubahan Pasal 72 dengan menambahkan ayat baru, yaitu ayat (la) dan ayat (1b) yang mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
Kesembilan, perubahan Pasal 73 dengan menambahkan ayat baru, yaitu ayat (1) yang mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis oleh kementerian sekretariat negara dalam hal masih terdapat kesalahan ketik setelah RUU yang telah disetujui bersama disampaikan oleh DPR ke Presiden untuk disahkan dan diundangkan.
Ke-10, perubahan Pasal 95A RUU dengan menambahkan ayat baru, yaitu ayat (3a) dan ayat (3b) terkait dengan pengaturan mengenai kegiatan pemantauan dan peninjauan undang-undang yang dilakukan oleh DPD dan Pemerintah.
Baca juga: Ribuan buruh se-Jabodetabek siap gelar aksi tolak Omnibus Law di DPR
Baca juga: Perbaikan UU Cipta Kerja, pemerintah disarankan libatkan publik
Ke-11, perubahan Pasal 96 RUU yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Ke-12, penambahan Pasal 97A, Pasal 97B, dan Pasal 97C RUU yang mengatur mengenai:
a. Peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus hanya dapat diubah dengan mengubah peraturan perundang-undangan dimaksud;
b. Pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan berbasis elektronik;
c. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi serta evaluasi seluruh jenis dan hierarki rancangan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang di lingkungan Pemerintah, serta evaluasi atau audit regulasi, menilai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, menyelaraskan peraturan perundang-undangan, dan memberikan rekomendasi dikoordinasikan oleh kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang peraturan perundang-undangan.
Ke-13, perubahan Pasal 99 RUU yang menggantikan frasa "peneliti" dengan frasa "analis legislatif".
Ke-14, perubahan Lampiran I RUU yang mengatur mengenai naskah akademik.
Ke-15, perubahan Lampiran II RUU yang mengatur mengenai teknik penyusunan peraturan perundang-undangan.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022