“Pers tidak seharusnya menerapkan praktik jurnalisme yang menggampangkan proses dan menurunkan kualitas. Misalnya, menulis tanpa konfirmasi, menulis secara sepihak, tidak cover both side, memberi pemaknaan keliru pada sebuah peristiwa, memilih narasumber yang tidak kredibel, atau praktik membuat judul-judul berita yang menggoda, namun melencengkan maknanya,” ujar Mahfud MD saat menjadi pembicara kunci dalam Konvensi Media Massa Hari Pers Nasional (HPN) 2022 bertajuk “Membangun Model Media Massa Berkelanjutan” yang diselenggarakan secara hybrid dari Kendari, Sulawesi Tenggara, dipantau secara virtual di Jakarta, Selasa.
Lebih lanjut, Mahfud MD pun memandang harapan tersebut juga berkaitan dengan wujud kedisiplinan pers dalam mempertahankan profesionalisme dan kualitas pemberitaan. Dengan demikian, kata dia, seluruh insan pers dapat senantiasa bertahan dan berkelanjutan menjadi pilihan publik terpercaya.
Bahkan, menurut Mahfud MD, hal tersebut akan berperan penting dalam melawan dominasi media sosial yang dibanjiri hoaks atau berita bohong.
Baca juga: LaNyalla harapkan HPN 2022 jadi momentum bangun persatuan bangsa
Ia mengatakan media sosial menjadi ruang besar bagi masyarakat untuk mengabaikan etika publik dalam berkomunikasi dan meluaskan penyebaran hoaks serta konten disinformasi. Lalu, hal itu justru menguntungkan pihak tertentu, khususnya platform media global.
“Praktik ini berlangsung secara luas dan memberikan keuntungan yang besar hanya pada pihak tertentu, khususnya platform media global yang pada akhirnya menghasilkan ketimpangan (bila dibandingkan dengan media massa nasional) dan mengusik kedaulatan nasional kita, terutama kedaulatan di bidang digital,” jelas Mahfud MD.
Ia pun menyampaikan, berdasarkan hasil survei termutakhir dari Edelman Trust Barometer, diketahui bahwa peringkat Indonesia terkait dengan kepercayaan publik terhadap media menduduki peringkat ke-2 di dunia.
"Di dalam suvei ini, tingkat kepercayaan publik Indonesia terhadap media mencapai 73 persen atau naik 1 persen,” kata Mahfud.
Baca juga: Dewan Pers: Insan pers harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi
Meskipun begitu, Menkopolhukam ini mengatakan bahwa ditemukan temuan lain yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kecemasan yang tinggi terhadap hoaks, yaitu pada peringkat ke-2 di dunia, yakni sebesar 83 persen.
“Ini angka yang seakan memberikan pengakuan atas keprihatinan kita saat ini pada fenomena merebaknya hoaks di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir,” ujarnya.
Oleh karena itu, Mahfud memandang media massa yang dikelola insan pers berperan penting untuk membendung arus hoaks.
Ia menilai media massa merupakan entitas yang bekerja melalui proses berjenjang dari lapangan ke ruangan redaksi, berstandar etik dengan kualitas yang terjaga, bahkan mempersyaratkan verifikasi sehingga akurasi berita pun terpenuhi.
Dengan demikian, Mahfud mengimbau para insan pers harus mampu mempertahankan profesionalisme dan kualitas pemberitaan yang seperti itu agar mampu bertahan dan berkelanjutan sebagai sumber utama bagi publik dalam mendapatkan berita dan informasi terpercaya.
Baca juga: Wapres: Media massa harus sajikan konten mendidik
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022