Tes itu masih dilakukan dalam skala kecil dan masih diujicobakan untuk mengukur efektivitas pembatasan konten bermuatan dewasa kepada para pengguna yang masih berusia remaja.
Melansir Reuters, Rabu, TikTok yang kini memiliki pengguna remaja paling aktif dan banyak secara global menyadari bahwa pembatasan usia diperlukan agar konten- konten yang ada tidak serta merta diterima mentah- mentah oleh para penggunanya.
Anak usaha dari perusahaan ByteDance itu menjelaskan bahwa standar pembatasan konten yang mengacu pada usia itu mengikuti standar yang saat ini sudah diterapkan untuk film, acara TV, dan juga gim.
Baca juga: TikTok bangga dengan banyaknya tren Indonesia yang mendunia
TikTok berharap dengan demikian pengguna bisa lebih aman saat berada di ruang digital sesuai dengan kapasitas dan usianya.
Dalam beberapa waktu terakhir, media sosial secara global mendapatkan sorotan atas berbagai masalah keamanan khususnya yang menyangkut generasi muda yang secara rentang usia tercakup dalam Generasi Z dan Generasi Alpha.
Misalnya seperti Meta dikecam oleh Parlemen AS karena rencana anehnya menyiapkan Instagram untuk anak- anak.
Padahal efek instagram pada kesehatan mental pengguna remaja saja masih dipertanyakan.
TikTok juga beberapa kali sempat mendapat perhatian lebih karena beberapa kreator kontennya membuat konten pola perilaku makan yang tidak sehat.
Oleh karena itu, kini industri media sosial berlomba- lomba menghadirkan pembatasan dan regulasi yang lebih ketat khususnya untuk generasi muda sehingga pengguna media sosial bisa menggunakan layanannya dengan lebih nyaman dan aman.
Baca juga: TikTok bagikan 3M bagi UMKM kembangkan bisnis di acara- acara spesial
Baca juga: YouTube pertimbangkan fitur NFT untuk kreator
Baca juga: TikTok ikuti jejak Instagram coba buat fitur berlangganan
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022