Sejak remaja, dia sudah bolak-balik keluar masuk penjara. Setelah keluar dari penjara untuk terakhir kalinya, pria yang sudah paruh baya ini bertekad untuk betul-betul tobat.
Mikami siap meninggalkan dunia kelam yang jadi bagian hidupnya sejak dulu. Mikami siap melakukan pekerjaan halal.
Mikami siap untuk memilih jalan yang lurus. Mikami juga bertekad untuk mencari ibunya yang telah lama hilang dengan meminta pihak televisi agar bisa muncul di layar kaca, penuh harap nun jauh di sana ada sang ibu yang melihat keberadaan anak yang dia tinggalkan sejak kecil. Tapi tentu tak semudah membalikkan telapak tangan.
Baca juga: RADWIMPS isi lagu tema film "Yomei 10-nen"
Baca juga: Puluhan film Asia siap diputar The Japan Foundation
Stigma yang melekat sebagai mantan narapidana, juga mantan yakuza, membuat Mikami kesulitan untuk beradaptasi. Terlalu lama dipenjara dan terbiasa dengan gaya hidup di kelompok yakuza menciptakan gegar budaya.
Kehidupan lama yang penuh kekerasan telah mendarah daging pada dirinya, namun itu tak sejalan dengan nilai-nilai di masyarakat. Sebab, di dalam hati kecil dia menyadari siapa pun sebetulnya ingin menjalani hidup yang "bersih".
"Bersabarlah. Sifatmu yang pemarah mungkin berguna di dunia yakuza, tapi tidak di sini. Tidak akan ada yang menghentikanmu seperti di penjara, tapi tanpa disadari kau akan dikucilkan," pesan seorang teman sebelum Mikami "dilepas" di dunia nyata.
Di luar penjara, Mikami bisa bebas bernapas di bawah langit biru, tanpa ada jeruji yang menghalanginya pergi ke mana pun. Tapi kebebasan itu juga harus dipertanggungjawabkan dengan batasan-batasan dalam masyarakat.
Sebagai makhluk sosial, tentunya Mikami tak bisa bertahan hidup sendirian tak peduli seberapa hebat jotosannya bisa membuat lawan ambruk.
Proses adaptasi Mikami meninggalkan masa lalunya yang kelam dibantu oleh Tsunoda (Taiga Nakano) si sutradara yang merekam kehidupan Mikami lewat kamera, pasangan Shoji (Isao Hashizume dan Meiko Kaji) yang membantunya selepas keluar penjara, Seiji Rokkaku (Ryosuka Matsumoto) pekerja toko kelontong yang sempat berkonflik tapi pada akhirnya menjadi kawan serta pekerja sosial Hisatoshi Iguchi (Yukiya Kitamura).
Penampilan Koji Yakusho membuat tokoh Mikami bisa membuat penonton jadi berempati. Koji Yakusho menjiwai tokoh mantan yakuza yang kompleks. Mikami tidak serta merta berubah jadi orang suci setelah keluar penjara.
Godaan untuk kembali ke dunia yakuza menghantuinya, terutama ketika harapan untuk bisa menjadi bagian dari masyarakat tak kunjung terwujud. Mikami tidak digambarkan sebagai stereotipe pria pemarah yang menyeramkan dengan gaya bahasa khas yakuza.
Dia terlihat normal dan baik-baik saja, bahkan cenderung naif, kecuali saat emosinya terpantik. Mikami berhasil mengaduk-aduk perasaan dengan perjalanan karakternya yang penuh naik turun.
Kita bisa ikut tenggelam dalam rasa kalut Mikami ketika menyadari sulitnya merasa "diterima", juga harapan menggebu untuk mencari serpihan masa lalu.
Pendewasaan karakter Mikami terasa emosional, terutama ketika ia dihadapkan pada dilema untuk menjaga sikap atau menghajar orang-orang yang tak sesuai dengan standardnya.
"Under the Open Sky" merupakan film pertama dari sutradara Miwa Nishikawa yang ceritanya tidak dia tulis sendiri. "Under the Open Sky" diadaptasi dari novel "Mibuncho" karya Ryuzo Saki.
Aktor Koji Yakusho membutuhkan waktu untuk betul-betul memahami siapa itu Mikami. Dia membaca novel dan skenario film, kemudian mencari benang merah yang bisa diserap untuk dia interpretasikan di hadapan kamera.
"Saya berusaha mencari apa bagian dari Mikami yang akan terasa dekat dengan penonton," kata Koji dalam bincang-bincang dari dikutip dari YouTube Toronto International Film Festival.
Ketika syuting akan dimulai, pemahamannya soal Mikami belum tuntas. Tapi sutradara Miwa Nishikawa memberi arahan melalui adegan demi adegan agar Koji punya landasan untuk memahami dan menjelma menjadi Mikami.
"Saya juga berlatih keras menjahit," ujar Koji. Pengalaman bolak-balik penjara sejak remaja membuat Mikami jadi pria penuh talenta, salah satunya menjahit.
"Saya juga diajak ke penjara Asahikawa untuk melihat sendiri seperti apa isi penjara," imbuh Koji.
"Under the Open Sky" tak hanya menantang bagi pemeran utama, tetapi juga untuk sang sutradara. Sebelum membaca novel tersebut, Miwa Nishikawa harus menyeleksi cerita yang akan dijalin agar sesuai dengan durasi film.
"Novel ini punya banyak variasi cerita, menantang untuk membuatnya jadi film dua jam. Sangat menantang buat saya yang biasanya membuat skenario orisinal," tutur Miwa yang butuh waktu dua hingga tahun untuk memilah cerita yang cocok untuk diadaptasi.
Film berdurasi 126 menit ini merupakan sentilan bahwa semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua, tapi kesempatan itu bisa tercabik sia-sia tanpa sistem penyokong dan orang-orang yang mendukung tanpa pamrih.
"Under the Open Sky" adalah salah satu tontonan yang akan tayang di Japanese Film Festival (JFF) Online 2022 pada 14-27 Februari 2022.
Baca juga: Mamoru Hosoda berbagi inspirasi di balik film anime "Belle"
Baca juga: Daftar tontonan di Japanese Film Festival Online 2022
Baca juga: Teater film "art" di Tokyo akan tutup setelah 50 tahun beroperasi
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022