• Beranda
  • Berita
  • Program kompor induksi berpotensi serap listrik 13 gigawatt

Program kompor induksi berpotensi serap listrik 13 gigawatt

15 Februari 2022 19:00 WIB
Program kompor induksi berpotensi serap listrik 13 gigawatt
Sosialisasi penggunaan kompor induksi oleh PLN Sulselrabar kepada TP PKK seluruh Sulsel di Makassar, Minggu (12/12/2021). ANTARA/HO-Humas PLN Sulselrabar.

Saat ini, pemakaian elpiji memang dianggap seakan-akan lebih murah dari kompor listrik. Padahal kalau dicermati, harga elpiji di pasaran adalah harga dengan subsidi dari APBN

PT PLN (Persero) berkomitmen menjalankan program konversi kompor elpiji ke kompor induksi pada tahun ini untuk mendukung pemerintah membangun kemandirian energi sekaligus menghemat belanja negara.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan program konversi kompor induksi berpotensi menyerap listrik sebanyak 13 gigawatt yang dapat memperbaiki kondisi keuangan PLN dan negara.

"Dengan program ini akan ada peningkatan kebutuhan listrik. Proyeksi kami, serapan listrik akan meningkat hingga 13 gigawatt," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

Darmawan mengungkapkan impor elpiji dari tahun ke tahun terus naik seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat. Pada 2024, impor elpiji diprediksi bisa mencapai Rp67,8 triliun.

Menurutnya, program konversi kompor induksi akan mengurangi ketergantungan terhadap impor elpiji secara bertahap. Tak hanya itu, masalah defisit transaksi berjalan akibat impor itu secara perlahan juga dapat diselesaikan.

Langkah konversi ini juga bakal menekan subsidi elpiji dalam APBN yang terus membengkak. Tahun ini, pemerintah menganggarkan Rp61 triliun untuk subsidi elpiji dan angka ini akan terus naik menjadi Rp71,5 triliun pada 2024.

"Saat ini, pemakaian elpiji memang dianggap seakan-akan lebih murah dari kompor listrik. Padahal kalau dicermati, harga elpiji di pasaran adalah harga dengan subsidi dari APBN," jelas Darmawan.

Harga keekonomian elpiji sebelum disubsidi APBN adalah Rp13.500 per kilogram, sedangkan harga eceran tertinggi elpiji subsidi dijual Rp7.000 per kilogram. Artinya, pemerintah mengeluarkan anggaran Rp6.500 untuk subsidi setiap satu kilogram elpiji.

Apabila menghitung perbandingan berbasis kalori, maka satu kilogram elpiji setara dengan listrik 7 kWh. Harga keekonomian elpiji satu kilogram Rp13.500 masih lebih mahal daripada harga listrik 7 kWh yang biayanya sekitar Rp10.250.

"Harga keekonomian menggunakan elpiji lebih mahal Rp3.250 per kilogram dibandingkan dengan pemanfaatan listrik," terang Darmawan.

PLN menilai konversi ke kompor induksi juga akan menjadi pintu masuk kemandirian energi dari sebelumnya impor menjadi pemanfaatan listrik yang bersumber kepada energi domestik.

Perseroan menargetkan penggunaan kompor induksi mencapai 8,5 juta rumah tangga pada 2024. Jumlah pemakai kompor listrik ini ditargetkan naik menjadi 18,2 juta pengguna pada 2030, lalu naik lagi menjadi 38,2 juta pengguna pada 2040, dan melesat menjadi 58 juta pengguna pada 2060.

"Ini agenda bersama, kita gotong-royong untuk menuju kedaulatan energi di Indonesia. Apalagi sumber energi domestik kita sekarang melimpah dan dapat dimanfaatkan," ucap Darmawan.

"Subsidi yang selama ini digunakan untuk membiayai elpiji, ke depan dapat dimanfaatkan untuk program yang lebih berdampak untuk masyarakat, seperti pendidikan, infrastruktur, air bersih, dan sebagainya," tambahnya.

Baca juga: PLN beri diskon tambah daya, asal pelanggan beli kompor induksi
Baca juga: Dorong gunakan mobil listrik, Presiden ingin neraca pembayaran surplus
Baca juga: PLN sebut kompor listrik membuat subsidi energi lebih tepat sasaran

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022