• Beranda
  • Berita
  • Airlangga: COVID-19 masih jadi tantangan pertumbuhan ekonomi pada 2023

Airlangga: COVID-19 masih jadi tantangan pertumbuhan ekonomi pada 2023

16 Februari 2022 17:42 WIB
Airlangga: COVID-19 masih jadi tantangan pertumbuhan ekonomi pada 2023
Tangkapan layar Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers seusai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna secara "hybrid" tentang Penanganan Pandemi COVID-19 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2023 di Jakarta, Selasa (16/2/2022). ANTARA/Desca Lidya Natalia.

Kemudian kasus inflasi global di sejumlah negara maupun normalisasi kebijakan moneter yang dibaca sebagai kenaikan tingkat suku bunga

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pandemi COVID-19 masih menjadi tantangan dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi pada 2023.

"Beberapa pertimbangan yang tadi disampaikan juga terkait dengan target 2023, ada beberapa tantangan yaitu ketidakpastian dari COVID-19 dan varian turunannya," kata Airlangga Hartarto di Kantor Presiden Jakarta, Rabu.

Airlangga menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers seusai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna secara hybrid  tentang Penanganan Pandemi COVID-19 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2023.

"Kemudian kasus inflasi global di sejumlah negara maupun normalisasi kebijakan moneter yang dibaca sebagai kenaikan tingkat suku bunga," ungkap Airlangga.

Pada 2023, pemerintah juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi lebih rendah dibanding 2022 sehingga dibutuhkan sumber-sumber pembiayaan baru untuk pertumbuhan ekonomi.

"Defisit disepakati di bawah 3 persen sesuai dengan Undang-undang No 2 tahun 2022," ungkap Airlangga.

Pemerintah pun menargetkan untuk melakukan berbagai reformasi struktural antara lain mendorong sektor investasi atau meningkatkan mesin pertumbuhan ekonomi di luar APBN.

"Maka peningkatan kredit perbankan penting dan tentu salah satunya adalah terkait regulasi POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) terkait relaksasi kredit yang diharapkan tidak perlu ada pembatasan waktu serta perlu ada penurunan pencadangan dari sisi perbankan karena kita lihat potensi dari sisi kredit sektor perbankan masih tinggi," tambah Airlangga.

Realisasi kredit perbankan saat ini menurut Indonesia yang masih sedikit di atas 3 persen dibanding Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 12 persen sehingga masih punya ruang untuk peningkatan kucuran kredit.

"Kemudian peningkatan investasi PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) pada 2023 didorong di level 1.800-1.900 (triliun), tentu didukung dengan peningkatan daya saing dan juga OSS (Online Single Submission) menjadi penting," ungkap Airlangga.

Tantangan lain, menurut Airlangga, adalah inflasi sehingga agar inflasi terus terjaga pada 2023, peran Bank Indonesia diharapkan dikembalikan untuk menangani secondary market terutama untuk Surat Berharga Negara (SBN) dimana perbankan yang akan memberi kredit harus melepas SBN yang saat ini dimiliki.

"Kemudian peningkatan 'tax ratio' dengan peningkatan tax base dan percepatan tax reform dan tentu seperti yang kita alami sekarang cadangan anggaran dibutuhkan bila ada varian-varian baru COVID-19 sehingga kita punya kesiapan bantalan anggaran," kata Airlangga.

Airlangga juga menyebut tema yang ditetapkan Presiden Joko Widodo untuk RKP dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal pada 2023 adalah Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan.

Baca juga: Menkeu sebut ekonomi RI pulih ke level sebelum pandemi dalam 5 kuartal
Baca juga: Menko Airlangga: Target pertumbuhan ekonomi 2023 capai 5,9 persen
Baca juga: Konektivitas digital berdampak besar bagi pertumbuhan ekonomi

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022