Meski begitu, obligasi berkelanjutan global yang diterbitkan emiten Indonesia hanya berjumlah 31,6 triliun atau 2,22 miliar dolar AS, begitu pula dengan penerbitan obligasi hijau domestik yang hanya sedikit yaitu Rp500 miliar atau 35,12 juta dolar AS.
"Kami ingin melihat lebih banyak perbankan melakukan penerbitan instrumen di masa depan untuk mencocokkan dan meningkatkan Environmental, Social & Governance (ESG), serta pembiayaan dan aset berkelanjutan di pasar Indonesia," ujar Ketua Umum Perbanas Kartika Wirjoatmodjo dalam Side Event Presidensi G20 Indonesia di Jakarta, Jumat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, ia berpendapat lembaga keuangan perlu bekerja sama dengan pemerintah dan regulator.
Pemerintah perlu memberikan pedoman dan insentif yang diperlukan untuk meningkatkan minat dan permintaan pembiayaan ESG.
Sementara, regulator perlu menyediakan kerangka kerja dan mengedukasi platform pasar keuangan untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam ESG dan pembiayaan berkelanjutan.
Di sisi lain, pria yang akrab disapa Tiko tersebut menilai industri dan lembaga keuangan khususnya bank perlu membangun dan meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya dalam mengembangkan serta menawarkan instrumen dan layanan ESG yang berkelanjutan untuk memenuhi potensi permintaan.
"Semoga ke depannya perbankan dan lembaga keuangan Indonesia dapat lebih aktif dan produktif dalam pengembangan dan penawaran keberlanjutan instrumen dan produk, guna melayani sisi permintaan dan penawaran ESG serta pembiayaan berkelanjutan," tutupnya.
Baca juga: Perbanas: Kondisi perbankan domestik masih baik dan kuat
Baca juga: Perbanas: Adopsi digital kunci perbankan bertahan
Baca juga: Ketua Perbanas nilai pandemi dongkrak penerbitan ESG Bonds
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022