Satgas Pangan Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) melakukan penyelidikan penyalahgunaan minyak goreng oleh produsen PT Smart yang mengakibatkan naiknya harga dan langkanya stok minyak goreng.Ini adalah lanjutan dari penyelidikan kelangkaan minyak goreng di Indonesia oleh Satgas Pangan Polri.
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Komang Suartana, di Makassar, Senin, mengatakan temuan penyalahgunaan ini setelah adanya pengembangan kasus dari Satgas Pangan Bareskrim Polri.
"Ini adalah lanjutan dari penyelidikan kelangkaan minyak goreng di Indonesia oleh Satgas Pangan Polri, dan kami di Sulsel pun menemukan adanya indikasi penyalahgunaan itu," ujarnya.
Kombes Komang Suartana menjelaskan, bentuk penyalahgunaan yakni alokasi domestik market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) serta "RBP Palm Oil".
Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Olein ialah produk hasil rafinasi dan fraksinasi crude palm oil (CPO) yang digunakan sebagai minyak goreng.
Ia mengatakan, dari hasil penyelidikan ditemukan penyalahgunaan minyak goreng yang tidak tepat sasaran, yaitu minyak goreng milik produsen PT Smart yang dikirim dari Kabupaten Tanjung, Kalimantan Selatan ke Kota Makassar sebanyak 1.850 ton.
Dari hasil temuan tersebut 61,18 ton di antaranya didistribusikan ke pabrik industri yang seharusnya minyak goreng tersebut untuk konsumen rumah tangga atau masyarakat umum.
Perusahaan yang mendapatkan jatah dari penjualan minyak goreng oleh produsen yakni PT Malindo Feedmil Tbk, CV Duta Abadi, dan CV Evandaru Ind.
"Bentuk penyalahgunaannya minyak goreng yang harusnya untuk masyarakat umum justru dialihkan ke industri, dan ini juga yang membuat minyak goreng langka dan mahal," katanya pula.
Kombes Pol Komang menerangkan, dasar dari penyelidikan berdasarkan laporan informasi Nomor L156/XI/RES/ 2.1/2021/Ditipideksus tanggal 2 November 2021, surat perintah tugas nomor: SP.Gas/396/VRES2.1/2022/Ditipideksus, tanggal 14 Januari 2022 dan surat perintah penyelidikan nomor Sp. Lidik/395/RES.2.1/2022/Dittipideksus, tanggal 14 Januari 2022.
Adapun pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 8a Pemendag No. 8 Tahun 2022 jo Pemendag No. 2 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Pemendag No. 19 Tahun 2021 tentang kebijakan dan pengaturan ekspor.
Sanksinya berupa larangan atau pencabutan izin ekspor, dan Pasal 107 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan Pasal 133 Undang-Undang No. 18 Tahun 2018 tentang Pangan serta Pasal 14 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang KPPU.
Baca juga: GAPKI: Kelangkaan minyak goreng akibat perubahan kebijakan yang cepat
Baca juga: Wakil Ketua MPR minta masalah kelangkaan minyak goreng segera diatasi
Pewarta: Muh. Hasanuddin
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022