Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menilai diperlukan payung hukum untuk melindungi asisten rumah tangga (ART) asal Indonesia yang bekerja di dalam dan di luar negeri.
"Perlindungan ART Indonesia di luar negeri dapat diupayakan lebih baik lagi dengan segera merealisasikan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT), yang saat ini kelanjutan pembahasan rancangan undang-undang tersebut masih menunggu kesepakatan pimpinan DPR," kata Lestari dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Dia menilai, negara harus hadir dalam upaya perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang bekerja sebagai ART, dan upaya proaktif negara dalam merealisasikan perlindungan setiap warga negara harus dikedepankan.
Baca juga: MPR: Butuh kepedulian dorong gerakan pelestarian budaya
Menurut dia, beleid atau aturan yang melindungi pekerja rumah tangga (PRT) di dalam negeri itu bisa menjadi daya tawar atau "bargain" bagi Indonesia untuk meminta perlindungan atas WNI yang bekerja sebagai ART kepada negara tujuan.
"Praktik serupa dengan perbudakan yang menimpa saudara-saudara kita yang bekerja sebagai ART di Malaysia saat ini harus menjadi perhatian bersama. Perlindungan terhadap setiap warga negara, termasuk tenaga kerja Indonesia di luar negeri, harus diwujudkan," ujarnya.
Dia mengatakan, Duta Besar RI untuk Malaysia Hermono dalam satu wawancara dengan salah satu portal berita Malaysia mengungkapkan ART asal Indonesia diperlakukan seperti budak zaman modern di Negeri Jiran itu.
Menurut dia, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia pada tahun lalu membantu 206 kasus pelanggaran hak ART dengan total gaji tidak terbayarkan lebih dari 2 juta ringgit atau Rp6,85 miliar dan lebih dari 40 kasus serupa sekarang ditangani di pengadilan.
"Kondisi yang dialami para pekerja Indonesia di Malaysia itu sangat memprihatinkan dan mengapresiasi langkah proaktif pemerintah melalui KBRI Malaysia yang melakukan pendampingan penuntasan ratusan kasus yang menimpa ART asal Indonesia itu," katanya.
Lestari mengungkapkan bahwa Filipina yang sudah memiliki UU PPRT sehingga pekerja migrannya lebih terlindungi karena undang-undang di negaranya mengatur relasi yang seimbang antara pemberi dan penerima kerja.
Menurut dia, kekosongan hukum yang mengatur terkait PRT di tanah air menyebabkan pelanggaran hak-hak PRT marak terjadi, para pelanggar tidak mendapat hukuman setimpal dan negosiasi PRT lemah.
"Payung hukum yang kuat bagi para pekerja rumah tangga saat ini sangat dibutuhkan untuk melindungi mereka yang bekerja di dalam dan luar negeri dari ancaman tindak pelanggaran terhadap hak-hak mereka," ujarnya.
Karena itu Lestari mendesak pimpinan DPR segera melanjutkan proses legislasi RUU PPRT dengan mempertimbangkan maraknya pelanggaran hak-hak dasar yang dialami para PRT Indonesia di dalam dan luar negeri.
Baca juga: MPR minta pemerintah libatkan DPR perjanjian FIR Indonesia-Singapura
Baca juga: Wakil Ketua MPR apresiasi permintaan maaf PM Rutte
Baca juga: MPR sebut kemajuan teknologi harus berdampak perbaikan kualitas hidup
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022