Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Haeru Rahayu mengatakan target produksi 2 juta ton udang pada 2024 bisa direalisasikan dengan cara revitalisasi tambak udang yang dibiayai oleh pendanaan non-APBN.Jumlah target program revitalisasi masih jauh dari 1.000 ha, maka kami butuh dukungan dari stakeholder
Haeru dalam keterangannya pada diskusi daring mengenai revitalisasi udang yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) di Jakarta, Selasa, mengatakan diperlukan revitalisasi tambak udang tradisional sebanyak 44 ribu hektare, dan melalui model peningkatan produksi dari tambak tradisional menjadi modern 11 ribu hektare, dan pengadaan lahan tambak baru seluas 6.000 hektare.
Dengan revitalisasi tambak udang tersebut ditargetkan besaran produksi mencapai 30 ton per hektare per tahun untuk tambak intensif, 10 ton per hektare per tahun untuk semi intensif, dan tambak tradisional menghasilkan 0,6 ton per hektare per tahun. Sedangkan dengan sistem modeling intensif peningkatan produksi mencapai 80 ton per hektare per tahun.
"Kalau kita coba hitung dengan produktivitas yang intensif 30 ton per hektar per tahun, yang semi intensif 10 ton per hektar per tahun, yang tradisional 0,6 ton. Kami coba hitung kalau kita revitalisasi yang intensif dengan konsep modeling kita coba benchmark 80 ton per hektare per tahun, jadi kalau kita hitung semua maka hitungan mencapai 2 juta ton pasti akan tercapai," kata Haeru.
Sejauh ini, pihaknya telah melakukan pilot project modeling dan program revitalisasi di beberapa titik di Indonesia. Untuk modeling 500 ha Kabupaten Aceh Timur, 500 ha Kabupaten Sumba, 100 ha Kabupaten Kebumen Jawa Tengah, 500 ha Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. Kemudian program revitalisasi 250 ha Kota Baru Kalimantan Selatan, an 250 ha Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
“Jumlah target program revitalisasi masih jauh dari 1.000 ha, maka kami butuh dukungan dari stakeholder,” katanya.
Haeru menegaskan bahwa pemerintah melalui KKP tidak bisa melakukan seluruh revitalisasi melalui pendanaan APBN, melainkan revitalisasi tersebut harus dilaksanakan langsung oleh masyarakat maupun pihak swasta melalui pembiayaan komersil.
Dia menegaskan pemerintah hanya melakukan percontohan revitalisasi 1.000 hektare tambak udang agar bisa direplikasi oleh pihak swasta secara swadaya.
"Mampukah negara? Tapi negara ternyata belum mampu, maka kami buat pilot project direvitalisasi untuk 1.000 hektare harapannya kita ngasih contoh kepada pihak swasta dan masyarakat," kata Haeru.
Ketua Forum Udang Indonesia (FUI) Budhi Wibowo mengatakan bahwa pemerintah harus fokus pada pengembangan infrastruktur budidaya, terutama irigasi, listrik, jalan produksi dan laboratorium. Kemudian SOP (Standar Operasional Prosedur) penanggulangan penyakit terutama AHPND (Acute Hepatopancreatic Necrosis Disesase) melalui pengembangan sistem peringatan dini penyakit pada perairan budidaya udang dengan pemanfaatan data remote sensing dan land base laboratorium.
Budhi mengatakan revitalisasi tambak intensif harus memperhatikan daya dukung alam atau lingkungan dan mempunyai instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Menurut Budhi, program revitalisasi tambak tradisional penting lantaran dapat meningkatkan produksi sangat signifikan yaitu dari 500 kg per ha menjadi 2 ton per ha per tahun. Revitalisasi tambak tradisional menjadi tradisional plus sejalan dengan upaya penanaman mangrove berkaitan dengan pengurangan gas rumah kaca.
Baca juga: KKP: Perlu selesaikan lima persoalan untuk produksi 2 juta ton udang
Baca juga: KKP bangun sinergi dengan swasta untuk produksi induk udang unggul
Baca juga: Indonesia pasti bisa hasilkan 2 juta ton udang pada 2024
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022