"Hal ini didorong oleh perubahan gaya hidup atau lifestyle dan pola konsumsi masyarakat Indonesia memang ingin praktis, sehingga banyak menggunakan plastik sekali pakai," kata Rosa dalam acara webinar bertajuk "Plastic Credit, Gagasan Baru Solusi Pengurangan Sampah Plastik?" yang diikuti di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Indonesia tegaskan komitmen serius kawal isu sampah plastik
Baca juga: KLHK soroti potensi pemanfaatan sampah plastik dan kertas di Indonesia
KLHK mencatat pada tahun 2021, sampah nasional diperkirakan mencapai 68,5 juta ton. Dari jumlah tersebut, terdapat peningkatan jumlah sampah plastik dari 11 persen di 2010 menjadi 17 persen pada 2021.
"Persoalan sampah belum selesai, bahkan semakin kompleks dengan magnitude yang semakin besar," katanya.
Pemerintah terus berupaya mengatasi persoalan sampah dari hulu ke hilir.
Pemerintah telah mewajibkan produsen untuk mengurangi sampah plastik yang berasal dari produk dan kemasan produk yang mereka hasilkan sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan pengelolaan sampah, yakni Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.
Bentuk tanggung jawab produsen dalam pengurangan sampah pada Permen LHK ini adalah mewajibkan produsen untuk membatasi timbulan sampah, mendaur ulang sampah melalui penarikan kembali dan memanfaatkan kembali sampah.
Baca juga: Program CommuniTEA ajak masyarakat daur ulang sampah plastik
Baca juga: Komunitas Nol Sampah dukung pasar di Surabaya bebas kantong plastik
"Di hulu ada dua pihak yang besar, yang harus kita tangani. Pertama adalah diri kita, individual. Di hulu kita harus memilah sampah, tapi ada juga yang lain, yaitu produsen. Produsen dan produk barang yang ada kemasannya atau barang yang setelah dipakai dibuang begitu saja. Ada yang menggunakan plastik sekali pakai, sehingga tidak dapat digunakan lagi," kata Rosa.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022