Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) meminta seluruh pihak untuk mewaspadai tren kasus positif COVID-19 di bulan Februari 2022 yang terlihat terus mengalami kenaikan secara signifikan.
“Jadi apakah kita sudah masuk gelombang ketiga atau belum, rasanya kita harus siap-siap bila melihat pola penambahan kasus,” kata Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi dalam Konferensi Pers DBS Asian Insights Conference 2022: Towards a Revolutionary Future yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Menanggapi kapan Indonesia memasuki gelombang ketiga COVID-19, Nadia menuturkan tren perkembangan kasus positif COVID-19 di Indonesia perlu diwaspadai secara serius karena jumlah kasus yang terus naik.
Nadia menyebutkan pada gelombang Delta yang terjadi pada bulan Juni-Juli 2021 lalu, puncak kasus mencapai sebanyak 56.000 kasus. Namun, bila melihat tren saat ini, jumlah kasus tertinggi sudah menyentuh angka 64.700 pada pertengahan bulan Februari ini.
Baca juga: Angka positif bertambah, namun pasien COVID-19 masuk RS rendah
Baca juga: Kemenkes: Terapkan prokes karena Omicron cenderung tidak bergejala
Tren tersebut membentuk sebuah pola seperti gerigi pada sebuah gergaji di mana kasus terkadang naik kemudian kembali menurun, menyebabkan pemerintah terus mencermati perkembangan tersebut dibarengi dengan rasa optimis mengeluarkan Indonesia dari pandemi.
“Jadi pola-pola ini yang kita lihat. Memang dengan semakin banyaknya kita tahu transmisi lokal pada varian Omicron itu akan memicu peningkatan kasus dan itu bisa kita lihat di berbagai negara,” ujar dia.
Begitu pula dengan kasus kematian saat ini yang saat ini jauh lebih rendah yakni berkisar 180 kasus, dibandingkan dengan kasus akibat Delta yang puncaknya bisa menyentuh 2.500 kasus per harinya.
Pada keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR), kata dia, juga mengalami hal yang sama. Bila pada varian Delta BOR secara nasional menyentuh angka lebih dari 60 persen, maka pada masa Omicron BOR secara nasional jauh lebih rendah yakni 30 persen.
“Walaupun DKI turut mengatakan BOR 54 persen, itu baru dua pertiga dari ketersediaan tempat perawatan yang seharusnya mereka siapkan pada saat Delta,” ucap dia.
Menurut Nadia, strategi untuk menangani gelombang COVID-19 pada masa Omicron tidak jauh berbeda dengan gelombang-gelombang sebelumnya. Meskipun penularan Omicron lebih cepat, penanganan pandemi tetap berpegang teguh pada protokol kesehatan, pelacakan serta penelusuran kasus.
Pemerintah juga akan berusaha semaksimal mungkin menyesuaikan berbagai kebijakan dengan pola-pola kasus yang terlihat di masyarakat.
Oleh sebab itulah, Nadia mengimbau kepada masyarakat berapapun gelombang dan berbagai jenis varian yang lahir, semua orang perlu tetap disiplin melakukan protokol kesehatan.
Termasuk menjalankan vaksinasi dan rajin melakukan tes COVID-19 agar tidak memberikan celah pada virus SARS-CoV-2 tersebut berkembang.
“Kalau kita lihat peta global bahkan sudah empat gelombang yang muncul. Bahkan gelombang terakhir kalau kita lihat, tiga atau enam kali lebih tinggi dibandingkan gelombang satu, dua dan tiga di Indonesia. Tentunya tidak akan lepas dari kondisi ini karena memang kita tahu virus ini tidak mengenal wilayah,” kata Nadia.*
Baca juga: Kemenkes: Kurangi mobilitas akhir tahun akibat transmisi lokal Omicron
Baca juga: Kemkes: 80 persen vaksinasi dosis 1 bisa tercapai medio Januari 2022
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022