Temuan para peneliti dari Institut Penelitian Kedokteran Hewan Harbin di bawah naungan Akademi Ilmu Pertanian China itu dipublikasikan dalam edisi terbaru jurnal Plos Pathogens.
Kesimpulan mereka didasarkan pada penelitian untuk menguji apakah diltiazem dapat menghambat replikasi SARS-CoV-2 dalam sel dan pada model tikus.
Diltiazem, obat yang dikenal sebagai penghambat saluran kalsium, digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi. Obat tersebut bekerja dengan mengendurkan otot-otot jantung dan pembuluh darah. Diltiazem telah disetujui di Amerika Serikat (AS) sejak 1982 dan secara luas digunakan dalam praktik klinis untuk banyak indikasi, termasuk hipertensi dan angina, menurut penelitian itu.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa obat tersebut terutama menargetkan Cav1.2 a1c, sebuah protein tipikal yang dikodekan oleh gen calcium voltage-gated channel subunit alpha 1 C(CACNA1C).
Dalam studi baru tersebut, Cav1.2 a1c ditemukan berinteraksi dengan protein lonjakan SARS-CoV-2 dan reseptor seluler manusia ACE2, yang memainkan sejumlah peran dalam mengatur tekanan darah, volume darah, dan inflamasi.
Dalam eksperimen yang dilakukan pada tikus, para peneliti menemukan bahwa baik satu jam sebelum atau enam jam setelah paparan SARS-CoV-2, dosis diltiazem intramuskular 5 mg/kg dapat secara signifikan menurunkan infeksi virus pada tikus.
Ketika diberikan satu jam sebelum paparan SARS-CoV-2, satu dosis diltiazem intranasal 0,01 mg/kg juga dapat secara signifikan mengurangi infeksi pada tikus, yang selanjutnya mendukung obat hipertensi sebagai potensi pencegahan atau terapeutik terhadap COVID-19.
Hasilnya menunjukkan bahwa diltiazem bisa menjadi kandidat untuk pengobatan COVID-19 dan Cav1.2 a1c merupakan target menjanjikan untuk pengembangan obat anti-COVID-19.
Pewarta: Xinhua
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2022