Daerah dengan alam indah dan berpotensi wisata, menjadi modal utama masyarakat untuk mengelola menjadi hutan adat yang terus terlindungi, menarik kunjungan wisatawan, dan efeknya peningkatan ekonomi warga.
Kepala Desa Rantau Kermas (salah satu desa di Serampas) Hasan Apede mengatakan, saat ini desa setempat unggul dalam ekowisata dengan ikon Danau Depati IV.
Namun, lokasi ini sulit dijangkau lantaran akses jalan masih berupa tanah berbatu yang hanya bisa dilewati mobil dobel gardan.
"Namun untuk itu juga perlu dukungan dari pemerintah untuk membangun dan memperbaiki jalan ke lokasi wisata itu dan ini sudah dijawab Gubernur Jambi Al Haris yang telah menjanjikan untuk pembangunan di sana," katanya.
Masyarakat Desa Rantau Kermas berharap Gubernur Al Haris yang berkunjung ke Rantau Kermas, pekan lalu, membangun fasilitas pendukung itu.
Gubernur Al Haris yang bergabung dengan masyarakat di balai adat setempat disambut dengan tari Sekapur Sirih oleh anak-anak desa itu, selanjutnya makan bersama dengan gembira.
Dalam kunjungan ke desa yang baru meraih penghargaan Anugerah Pesona Indonesia 2021 untuk kategori ekowisata terbaik, gubernur dan warga meresmikan jalan dari Danau Pauh menuju Rantau Kermas dan peresmian "homestay".
Al Haris mengatakan pembangunan ruas jalan ini salah satu upaya Pemerintah Provinsi Jambi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, karena dengan akses jalan ini membuat mobilitas masyarakat sekitar menjadi lebih lancar.
Sebelumnya, jalan dari Danau Pauh ke Rantau Kermas berupa jalan berbatu dan sulit dilalui pada musim hujan. Beruntung desa yang juga meraih penghargaan Kalpataru Tingkat Nasional 2019 ini, mendapat perhatian pemerintah sehingga dibangun jalan aspal pada 2021.
"Masyarakat dapat dengan mudah membawa hasil kebunnya untuk dijual baik itu sayur sayuran, kopi dan menuju ke lokasi wisata,” katanya di hadapan warga Rantau Kermas.
Ruas jalan ini akses utama masyarakat sekitar. Sekarang, kondisi jalan sudah bagus sehingga diharapkan membuat perekonomian masyarakat Kabupaten Merangin meningkat pada masa mendatang.
Dari Desa Rantau Kermas, Gubernur Al Haris menuju Desa Tanjung Kasri serta melakukan pengadaan jaringan internet atau wifi untuk pengentasan persoalan "blankspot" (wilayah tanpa sinyal internet) di kawasan itu.
"Insyaallah pembangunan jalan akan dilanjutkan hingga ke Tanjung Kasri. Kami di tahun 2022, untuk mengadakan wifi desa. Ada sekitar 50 desa salah satunya Desa Rantau Kermas," katanya.
Ketersediaan akses jalan dan pembangunan sarana prasarana menjadi kunci peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Perlu diingat untuk Danau Depati IV adalah ikon wisata, untuk itu Pak Gubernur dan Sekda Kabupaten Merangin mudah-mudahan amanah untuk peningkatan jalan wisata kita," kata Kades Hasan.
Peningkatan wisata juga didukung oleh promosi ke masyarakat luas. Namun, hingga saat ini belum ada sinyal telepon di desa. Untuk menelepon, masyarakat Rentau Kermas harus ke kebun terlebih dahulu.
Saat ini, masyarakat Rantau Kermas yang merupakan bagian dari Marga Serampas telah mampu mengelola hasil sumber daya alam, salah satunya produk kopi. Kopi Serampas merupakan kopi robusta yang diolah dengan cara hanya petik buah merah sehingga menghasilkan kopi dengan kualitas premium.
Kopi Serampas dikelola oleh Bumdes Depati Payung. Saat ini pemasaran kopi itu menjangkau pasar lokal dan nasional, hanya saja masih terbatas jumlahnya. Masih perlu peningkatan penjualan dengan promosi yang lebih baik.
Saat ini, kendala yang dihadapi terkait dengan pengembangan kopi Serampas yaitu pemasaran. Sekarang orang menggunakan media sosial untuk pemasaran, namun desa itu tidak memiliki akses ke sinyal internet sehingga pemasaran masih dibantu Warsi, lembaga swadaya masyarakat dalam pendampingan terhadap warga di dalam dan sekitar hutan.
Anggota BUMDes Depati Payung, Mirawati, mengatakan potensi alam dan hasil hutan berupa kebun kopi telah dikelola dengan baik oleh masyarakat Serampas. Untuk itu, ketersediaan akses internet mendukung promosi wisata dan produk masyarakat yang akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.
Penunjang ekowisata
"Homestay Rumah Gantino" yang diresmikan Gubernur Jambi Al Haris bantuan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk penunjang perkembangan ekowisata di hutan adat Rantau Kermas.
Hutan Adat Depati Kara Jayo Tuo di Desa Rantau Kermas, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin meraih juara tiga kategori ekowisata Anugerah Pesona Indonesia 2021. Penghargaan tersebut ganjaran dari komitmen terhadap pengelolaan hutan yang partisipatif dan berkelanjutan, yang selama ini dilakukan masyarakat.
Lokasi hutan adat juga merupakan kawasan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), tidak jauh (sekitar 500 meter) dari kawasan pemukiman warga Desa Rantau Kermas. Di antara desa dan gerbang hutan adat membentang Batang Langkut.
Secara turun-temurun sejak dahulu, masyarakat Serampas menjaga hutan adat dengan tata kelola yang ketat. Hutan adat di hulu air disebut masyarakat sebagai ulu aik.
Warga tidak boleh menebang kayu di ulu aik, sedangkan zona pemanfaatan untuk tempat tinggal dan bercocok tanam di bagian bawah hulu air atau disebut dengan tanah ajum dan tanah arah.
Peraturan yang mulanya disepakati secara adat ini, kemudian dilegalkan dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan SK.6741/Menlhk-pskl/kum.1/12/2016 tentang Penetapan Hutan Adat Marga Serampas Rantau Kermas.
"Hutan Adat Depati Karo Jayo Tuo ini didaftarkan pada Anugerah Pesona Indonesia dan memenangkan juara tiga untuk kategori ekowisata terbaik," kata Ketua Kelompok Pengelola Hutan Adat (KPHA) Rantau Kermas Agustami.
Anugerah ini, hasil dari usaha warga terus-menerus menjaga lingkungan hidup yang memberikan manfaat ekonomi, tanpa merusak sumber daya alam. Beberapa pengembangan kawasan hutan adat yang telah dilakukan mereka, di antaranya jasa imbal lingkungan melalui program pohon asuh yang difasilitasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi.
Saat ini ada 1.000 pohon di hutan adat telah diidentifikasi memiliki diameter 60 cm dan telah memiliki pengasuh. Program Pohon Asuh melibatkan publik luas dalam pemeliharaan pohon di Desa Rantau Kermas. Melalui program itu, dihimpun dana publik yang disalurkan kepada masyarakat desa setempat.
"Penggunaan dana yang terkumpul dibagi untuk pembangunan desa, kegiatan sosial, dan tentu untuk pengelolaan hutan adatnya sendiri,” kata Fasilitator Warsi yang mendampingi masyarakat Serampas, Refsi Qumaira.
Dengan program ini dan dukungan pengelolaan perhutanan sosial di Rantau Kermas yang terus menarik sejumlah program kerja pemerintah ke desa tersebut, semakin meningkatkan semangat warga dalam mengelola hutan.
“Masyarakat meyakini, hutan yang dipelihara bermanfaat untuk Bumi dan hasilnya juga dinikmati oleh masyarakat desa dan bahkan dunia,” katanya.
Untuk itulah, selain terus membenahi lokasi ekowisata dan melengkapi fasilitas pendukung, masyarakat berharap inisiatif ini memberi nilai ekonomi dan bermanfaat secara ekologi
Saat ini, Hutan Adat Rantau Kermas telah memiliki jalur "tracking" (lintas alam), pondok peristirahatan di tengah hutan dan lokasi berfoto dengan latar belakang Desa Rantau Kermas dari ketinggian. Pondok yang dibangun di tengah hutan adat dibuat menyerupai rumah zaman dahulu warga Rantau Kermas.
Dia mengatakan setelah meraih anugerah ini, harapan ke depan adanya perbaikan dan penambahan jalur lintas alam. Perawatan jalan setapak menuju hutan adat dan perbaikan lokasi berfoto yang permanen, serta pembangunan menara pemantauan satwa.
Alokasi dana
Untuk mendukung pengelolaan perhutanan sosial, Pemerintah Kabupaten Merangin telah mengalokasikan dana dalam APBD. Tahun lalu, Bupati Merangin Mashuri mengeluarkan Perbup Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penetapan Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah.
Salah satu penggunaan Alokasi Dana Desa tersebut untuk penguatan kelembagaan perhutanan sosial melalui skema afirmasi sebesar Rp350.000.000 di 22 desa di Kabupaten Merangin, termasuk Rantau Kermas.
“Kami pemerintah desa bersama BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dan pemuda desa ini terus merancang pengembangan pengelolaan hutan adat untuk peningkatan ekonomi warga," kata Hasan Apede.
Melalui dana afirmasi, akan dibangun beberapa fasilitas untuk pengembangan ekowisata di kawasan hutan adat.
Menurut rencana, jalur ekowisata juga diselaraskan dengan hutan adat. Wisatawan disiapkan jalur wisata, seperti jalur lintas alam ke hutan adat, tempat swafoto dengan pemandangan desa, jalur turun menuju kawasan Lubuk Larangan.
Perencanaan sebelumnya, yaitu pembangunan jalan lintas alam yang tembus ke Lubuk Larangan. Di lokasi di atas hutan adat ada gazebo sebagai tempat persinggahan dan peristirahatan warga.
"Kita akan menjual pakan ikan Lubuk Larangan, jadi pengunjung di sana bermain dengan ikan," katanya.
Rantau Kermas juga terkenal dengan potensi sumber daya alam, salah satu ikan semah yang hidup bebas di Sungai Batang Langkut. Ikan semah merupakan ikan air tawar yang hidup di sungai dengan aliran air yang deras. Ikan ini juga terkenal dengan dagingnya yang padat dan lezat.
Biasanya, masyarakat Rantau Kermas mengolah ikan ini menjadi "kasam ikan" atau ikan semah yang difermentasi dan ikan palut atau ikan yang dimasak dengan cara dibungkus daun pisang kemudian dipanggang.
Kunjungan Gubernur Jambi Al Haris ke Rantau Kermas juga dalam rangka membuka kawasan Lubuk Larangan di Batang Langkut. Lubuk Larangan adalah kawasan perairan sungai sepanjang satu kilometer dengan ikannya yang tidak boleh diambil dalam jangka waktu tertentu.
Pembukaan Lubuk Larangan momentum bagi masyarakat untuk memanen ikan secara bersama-sama. Kegiatan itu ditandai dengan pelepasan joran milik Gubernur Haris ke sungai.
Selang beberapa waktu, hasil tangkapan Gubernur Haris dikumpulkan dan dimasak dengan cara dibakar secara langsung di tepi sungai. Rangkaian acara diisi dengan makan bersama hasil tangkapan ikan.
Pembukaan kawasan Lubuk Larangan di Rantau Kermas sebagai titik balik persoalan ikan semah yang langka di Batang Langkut. Semula, masyarakat desa membolehkan siapa saja mengambil ikan semah, bahkan untuk orang yang bukan masyarakat setempat.
Dengan adanya kawasan Lubuk Larangan, ada ruang untuk pembibitan ikan. Masyarakat tidak diperkenankan mengambil ikan sembarangan dan warga mengawasi jika ada orang yang mengambil ikan.
Disepakati pula bagi yang mengambil ikan sembarangan atau tidak sesuai ketentuan, didenda satu ekor kambing dan 200 gantang beras.
Semua orang di Rantau Kermas menjaga dan mengawasi ikan. Bila ada yang melanggar akan dilaporkan kepada pemangku adat.
Akan tetapi, masyarakat diperkenankan mengambil ikan di luar Lubuk Larangan, yang berada lebih jauh ke hulu dan hilir sungai.
“Kegunaan Lubuk Larangan adalah pembibitan ikan sehingga ikan bisa menyebar ke hulu dan ke hilir,” kata Hasan.
Kawasan Lubuk Larangan juga untuk kelestarian ikan semah. Melalui penjagaan sumber daya secara berkelanjutan dan menjaga kelestarian ikan, masyarakat Rantau Kermas bisa mewariskan ikan semah kepada generasi berikutnya.
“Kita terpacu dengan cerita tentang Lubuk Larangan di media, bagaimana kawasan Lubuk Larangan melestarikan ikan bahkan bisa bermain dengan ikan. Sungai deras untuk bermain dengan ikan itu agak susah,” katanya.
Dengan mengundang Gubernur Jambi Al Haris dan pejabat terkait ke Rantau Kermas dalam acara pembukaan Lubuk Larangan, membuat perekonomian ikut menggeliat.
Pendapatan desa bertambah dengan diberlakukan uang masuk bagi siapa saja yang datang untuk memancing di tempat itu. Setiap orang yang akan memancing dikenai biaya masuk sebesar Rp150.000 per satu jam. Rencananya uang terkumpul untuk pembangunan masjid di Dusun Sungai Aro.
Sementara itu, masyarakat Rantau Kermas juga mendulang berkah dari penjagaan Lubuk Larangan. Setelah selesai pemancingan, masyarakat akan bersama-sama "menubo" atau meracun ikan secara alami menggunakan akar tumbuhan. Hasil tangkapan dibagi sama rata untuk setiap kepala keluarga di desa itu.
Apa yang dilakukan oleh masyarakat Rantau Kermas terbukti memberi manfaat ekonomi, tanpa merusak alam.
Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022