"Perlunya komitmen dan partisipasi dalam kerja sama riset dan inovasi. Selain itu, juga perlu adanya kerangka kerja yang spesifik, layak, dan dapat ditindaklanjuti," kata Pelaksana tugas Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.
Agus menuturkan ada empat bidang riset potensial, yakni keanekaragaman hayati, laut dan ilmu kelautan, antariksa dan ilmu kebumian, serta energi baru terbarukan.
Untuk itu, serangkaian pertemuan dengan perwakilan negara-negara anggota G20 ke depan akan membahas usulan kerangka kerja yang spesifik, praktis, dan layak untuk berbagi fasilitas, data, pendanaan, dan infrastruktur antarnegara G20.
Perumusan kerangka kerja spesifik tersebut menjadi bagian dari upaya meningkatkan kerja sama riset di negara-negara anggota G20.
Agus mengatakan peningkatan kerja sama riset di G20 menjadi prioritas dalam Pertemuan Inisiatif Riset dan Inovasi (RIIG) G20.
RIIG juga akan memperkuat kolaborasi riset dalam bidang ilmu kelautan, mempertajam fokus pada energi baru terbarukan, serta menawarkan upaya yang lebih terarah pada sumber energi terbarukan tertentu.
Di bidang antariksa dan ilmu kebumian, kata Agus, RIIG menawarkan riset dan inovasi pemanfaatan teknologi antariksa untuk mendukung kelautan dan keanekaragaman hayati.
RIIG merupakan side event G20 yang digagas oleh BRIN dengan tujuan untuk meningkatkan, mengintensifkan, serta memperkuat kolaborasi riset dan inovasi dengan berbagi sarana, prasarana, dan pendanaan di antara negara-negara anggota G20.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022