Pakar teknologi produk plastik dari Universitas Indonesia Prof Dr Mochamad Chalid menyatakan penerapan ekonomi sirkular mampu menjadi salah satu solusi dalam mengatasi persoalan sampah nasional.Kalau konsep ekonomi sirkular bisa diadopsi banyak kalangan, persoalan sampah plastik dengan mudah kita atasi bersama
Menurut Chalid, terlepas dari banyak stigma yang dilekatkan orang, plastik pada dasarnya produk yang relatif lebih ramah lingkungan ketimbang kemasan lainnya semisal yang berbasis kertas.
"Analisis life cycle assessment (LCA) menunjukkan plastik lebih ramah lingkungan karena energi yang diperlukan untuk pembuatannya relatif jauh lebih sedikit dan ini juga terkait erat dengan tingkat emisi C02 dan perubahan iklim," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Menurut dia, plastik sebenarnya material yang eksotik, punya banyak keunggulan dari sisi ekonomi, kepraktisan dan pemanfaatan dalam skala massal, meski juga punya kekurangan, utamanya waktu penguraian di alam yang perlu puluhan hingga ratusan tahun alias lebih panjang dari usia manusia pemakainya.
Namun, sisi negatif sampah plastik itu bukan persoalan besar andai masyarakat mengadopsi ekonomi sirkular, tambahnya, yang mana sampah plastik tak lagi dibuang di penimbunan akhir sampah layaknya sampah organik rumah tangga, namun dipandang sebagai material yang bisa dimanfaatkan kembali dan punya nilai ekonomi tinggi.
"Kalau konsep ekonomi sirkular bisa diadopsi banyak kalangan, persoalan sampah plastik dengan mudah kita atasi bersama. Apalagi, kalau penerapannya dibarengi dengan stimulus ekonomi, kesadaran publik bisa lebih cepat," katanya dalam sebuah diskusi online bertajuk "Ekonomi Sirkular: Solusi Limbah Plastik Indonesia dan Mitigasi Perubahan Iklim".
Direktur Sustainability Development Le Minerale Ronald Atmadja menambahkan pihaknya aktif mendukung gerakan ekonomi sirkular dengan membantu pemulung dan lapak di berbagai kota mengumpulkan lebih banyak sampah plastik agar bisa diolah dan dijual kembali untuk memenuhi keperluan industri daur ulang dalam negeri.
"Program kerja sekaligus untuk mendukung target Kementerian Lingkungan Hidup mengurangi impor sampah bekas (scrap) yang saat ini mencapai 50 persen dari kebutuhan industri daur ulang," katanya.
Menurut Ronald, warga juga perlu didorong untuk membiasakan memilah sampah sejak dari level rumah tangga.
"Orang kerap membuang sampah plastik begitu saja, digabungkan dengan sampah rumah tangga lainnya, dimasukkan dalam kemasan plastik yang lain. Akibatnya, sampah plastik yang bernilai ekonomi tinggi ikut tercemar dan pada akhirnya tercecer di lingkungan semisal tempat pembuangan akhir sampah," katanya.
Hal itu, lanjutnya, merupakan lost opportunity mengingat sampah plastik tak bisa dikembalikan lagi ke hulu industri untuk pengolahan kembali.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Daur Ulang Plastik Christine Halim menyatakan edukasi warga agar terbiasa memilah sampah plastik bisa sangat membantu menjaga kesinambungan siklus dan ritme industri daur ulang plastik.
Dia mengapresiasi inisiatif kalangan swasta yang giat mendukung industri daur ulang dalam negeri melalaui gerakan ekonomi sirkular secara masif, mengedukasi publik lewat iklan-iklan sosial.
Baca juga: KLHK: Penuhi bahan baku daur ulang, butuh optimalisasi bank sampah
Baca juga: KEHATI sebut ekonomi sirkular bisa jadi strategi nasional atasi sampah
Baca juga: KLHK soroti potensi pemanfaatan sampah plastik dan kertas di Indonesia
Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022