"Daya pencegahan dan penanganannya masih belum ada perubahan yang berarti," katanya dalam "Peluncuran Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2022, Data Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2021" secara daring yang diikuti di Jakarta, Senin.
Menurut dia, terdapat sejumlah kendala yang dikeluhkan lembaga layanan terhadap perempuan korban kekerasan, di antaranya keterbatasan sumber daya manusia, akses teknologi informasi, fasilitas rumah aman, serta keterbatasan anggaran.
Baca juga: Komnas Perempuan: Kekerasan terhadap perempuan fenomena gunung es
Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2022, laporan kasus kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan pada 2021 dibandingkan dengan 2020.
"Terjadi peningkatan signifikan 50 persen kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan yaitu 338.506 kasus di tahun 2021 dari 226.062 kasus di tahun 2020," katanya.
Dari kasus-kasus yang dilaporkan, diketahui pelaku kekerasan mayoritas orang-orang terdekat dengan korban.
"Pelaku kekerasan masih dari orang-orang terdekat dan mereka yang diharapkan menjadi pelindung, contoh dan teladan seperti guru, dosen, tokoh agama, TNI/Polri, aparatur sipil negara, tenaga medis, pejabat publik dan aparat penegak hukum," kata dia.
Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2022 juga mengungkap bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan menyebar luas di semua ranah baik, secara luring maupun di ruang siber.
Dalam kesempatan tersebut, pihaknya menekankan sosialisasi tentang pencegahan perkawinan anak harus terus dilakukan karena perkawinan anak masih marak terjadi sepanjang 2021.
"Sosialisasi tentang perkawinan anak sebagai pelanggaran terhadap hak anak, terutama anak perempuan harus terus disebarluaskan," kata Olivia.
Baca juga: Komnas Perempuan soroti kasus kekerasan yang libatkan TNI-Polri
Baca juga: Komnas Perempuan: Keterbatasan SDM hambat penanganan kasus kekerasan
Baca juga: Perempuan dan anak penyandang disabilitas alami kerentanan berlapis
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022